INSPIRING QUR'AN :

وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

"Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhan-mu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa" (TQS. Ali-Imran : 133)

Selasa, 16 Juli 2013

RAMADHAN, MOMENTUM KOKOHKAN KETAHANAN KELUARGA

Oleh : Siti Nafidah Anshory

Terwujudnya keluarga ideal atau  keluarga Islami tentu merupakan dambaan setiap orang. Siapapun akan berharap rumahtangga yang dibangunnya dipenuhi suasana tentram, saling cinta dan berkasih sayang. Terlebih jika berbagai kebutuhan hidup bisa dicukupi dengan mudah. Tentulah kehidupan yang dijalani akan begitu indah bagaikan di surga dunia.

Sayangnya, mewujudkan keluarga ideal dalam masyarakat yang sudah sangat jauh dari nilai-nilai Islam seperti sekarang ini bukanlah perkara mudah. Bahkan yang menyedihkan, konstruksi keluarga muslim nampaknya kian hari kian rapuh sejalan dengan makin rapuhnya konstruksi masyarakat di negeri-negeri Islam. Terbukti, angka perceraian terus meningkat dari tahun ke tahun. Kasus-kasus dekadensi moral yang merupakan penyebab sekaligus dampak dari kian lemahnya ketahanan keluargapun, makin merebak baik dari sisi kuantitas maupun kualitas.

 Kondisi seperti ini tak terkecuali terjadi Jawa Barat. Bahkan, meski masyarakat Jabar dikenal sangat religius, namun tingkat perceraian dan  kriminalitas remaja justru selalu menempati ranking tinggi. Pertengahan 2012 lalu, Pikiran Rakyat bahkan pernah merilis kabar bahwa tiap tahun setidaknya ada 40 ribu pasangan cerai yang resmi tercatat di pengadilan Agama. Angka ini merupakan 10 % dari 400 ribu pasangan menikah tiap tahunnya yang sebagian besar merupakan pasangan dengan usia pernikahan di bawah lima tahun. Demikian juga dengan dekadensi moral remaja. Tahun 2010 BKKBN pernah merilis data hasil penelitian bahwa 47 % remaja puteri Bandung sudah tidak perawan. Geng motor, HIV/Aids, narkoba dan aborsi di Jawa Barat juga cukup memprihatinkan.

Lemahnya pemahaman masyarakat terhadap ajaran Islam kaffah ditengarai menjadi salah satu faktor utama kenapa kondisi ini bisa terjadi. Islam terlanjur dipahami sebatas ritual saja, hingga tak mampu berpengaruh dalam perilaku keseharian, baik dalam konteks individu, keluarga maupun dalam interaksi masyarakat dan kenegaraan. Ajaran Islam ritual yang dikukuhi mayoritas masyarakat lambat laun kehilangan power sebagai penuntun dan pembeda antara hak dan kebatilan.

Dengan minimnya pemahaman Islam kaffah, tak sedikit individu muslim yang mengalami disorientasi hidup, hingga mereka mudah menyerah pada keadaan bahkan terjerumus dalam kemaksiatan. Sementara dalam konteks keluarga, tak sedikit yang mengalami disharmoni bahkan disfungsi akut akibat himpitan ekonomi dan gempuran budaya yang mengacaukan pola relasi di antara anggotanya. Wajar jika keluarga tak bisa lagi diharapkan menjadi benteng perlindungan dan tempat kembali yang paling diidamkan.

Kondisi ini diperparah dengan penerapan sistem sekuler yang menolak peran agama dalam pengaturan kehidupan, dimana negara justru menjadi pilar penjaganya. Dalam sistem rusak ini, sulit sekali mempertahankan keshalehan dan kekaffahan dalam berIslam. Semua menjadi serba dilematis dan paradoks. Bahkan orang shaleh cenderung mudah terjebak atau menjebakkan diri dalam kesalahan. Kompromi antara Islam dan kekufuran bahkan menjadi hal yang diniscayakan. Masyarakatpun kehilangan fungsi kontrol akibat individualisme yang mengikis budaya amar ma’ruf nahi munkar.

Sekularisme dengan paham-paham turunannya yang batil seperti kapitalisme, liberalisme dan materialisme memang meniscayakan kehidupan yang serba sempit dan jauh dari berkah. Terbukti, hingga kini dunia terus dilanda krisis, mulai dari krisis politik yang membuat kehidupan masyarakat menjadi serba tidak jelas. Krisis ekonomi yang terus membebani mayoritas keluarga muslim dengan kehidupan serba sulit dan mendorong para ibu turut bertanggungjawab menanggung beban ekonomi keluarga yang menyita energi dan waktu mendidik anak-anak mereka. Juga krisis moral akibat merebaknya budaya hedon dan permissif yang kian menjerumuskan individu, keluarga dan masyarakat pada kerusakan, hingga umat terancam kehilangan generasi masa depan dan kehilangan kesempatan menjadi entitas terbaik dan terdepan (khoyru ummah), dan akhirnya umat Islam terus menjadi bulan-bulanan dan sapi perah negera-negara kapitalis yang rakus akan sumberdaya dan kekuasaan.

Tentu saja kondisi ini tak boleh dibiarkan berlama-lama. Umat Islam harus segera bangkit dari keterpurukan dengan jalan kembali kepada Islam kaffah dalam naungan Khilafah. Keluarga muslim, termasuk para ibu, harus kembali berfungsi sebagai benteng umat yang melahirkan generasi terbaik dan individu-individu yang bertaqwa, dengan visi hidup yang jelas sebagai hamba Allah yang mengemban missi kekhalifahan di muka bumi.

Dan momentum itu ada pada bulan Ramadhan. Dimana individu, keluarga dan masyarakat terkondisi untuk dekat dengan Islam. Dimana sumber tuntunan hidup muslim yaitu al-Qur’an dan hadits Nabi sedang menjadi sumber bacaan yang diutamakan. Dimana interaksi antar individu dalam keluarga dan masyarakat sedang tersuasana untuk saling mendekat dan menguatkan. Dimana mesjid-mesjid penuh dan media massa massif menebar kebaikan.

Problemnya adalah, bagaimana agar suasana seperti ini senantiasa ada pada 11 bulan di luar Ramadhan. Agar individu tetap terpelihara ketakwaan, keluarga tetap kokoh karena terfungsikan dengan benar, masyarakat tetap terjaga sebagai mesin kontrol penguat ketaqwaan dan negara pun menjadi penjaga umat dari celah kerusakan.

Disinilah urgensi dakwah membangun kesadaran, bahwa Islam bukan cuma agama ritual, tapi juga mengatur seluruh aspek kehidupan, baik dalam kehidupan individu, keluarga, masyarakat maupun negara. Sehingga al-Qur’an yang sepanjang Ramadhan hanya dibaca dengan target ditamatkan, juga dipahami dan difungsikan dengan benar, yakni sebagai solusi terbaik untuk berbagai persoalan kehidupan dan sebagai aturan yang mutlak harus dijalankan.

Sesungguhnya Rasulullah saw pernah menuturkan, bahwa ibadah shaum dan imam (negara/khalifah) sama-sama berfungsi sebagai junnah atau penjaga. Karenanya, marilah kita jadikan Ramadhan sebagai momentum untuk mewujudkan 2 junnah kehidupan tersebut. Yakni shaum yang menghantarkan pada ketakwaan individu, serta imam (negara/khalifah) yang bisa mewujudkan ketakwaan masyarakat. Dengan keduanya, kesakinahan dan  kebahagiaan hidup pasti akan dirasakan tidak hanya oleh keluarga muslim yang menjalankan, tetapi juga oleh umat secara keseluruhan, karena aturan Islam memang datang sebagai rahmat bagi seluruh alam.[]SNA[]

------------------------

Minggu, 14 Juli 2013

MUSLIMAH (YUK) BERSATU TOLAK MISS WORLD!



PERNYATAAN SIKAP
MUSLIMAH HIZBUT TAHRIR BERSAMA TOKOH MUSLIMAH JAWA BARAT
ATAS PENYELENGGARAAN KONTES MISS WORLD DI INDONESIA

Meski rencana penyelenggaraan Miss World 2013 di Indonesia telah banyak mendapat reaksi penolakan dari publik, namun rupanya acara ini akan tetap berlangsung September mendatang.  Sehubungan dengan itu, kami Muslimah Hizbut Tahrir bersama para tokoh muslimah di Jawa Barat, baik dari kalangan mubalighah, intelektual, Ormas dan lingkungan kemasyarakatan, maupun kalangan praktisi pendidikan dan kemaslahatan publik lainnya, dengan ini menyatakan :
1.    Menolak penyelenggaraan Miss World 2013 yang merupakan simbol liberalisasi budaya yang sarat dengan kapitalisasi tubuh perempuan dan perendahan martabat perempuan. Terlebih, kontes Miss World adalah kontes tertua yang telah mengilhami lahirnya kontes-kontes kecantikan lainnya.  Maka membiarkan penyelenggaraannya di Indonesia sama saja dengan menegaskan bahwa negeri muslim terbesar ini juga turut melanggengkan eksploitasi tubuh perempuan dan mendukung kapitalisasi kemaksiatan yang hanya menguntungkan para pemilik industri media penyiaran, fashion dan kosmetik di dunia dan Indonesia.
2.       Mendesak pemerintah agar mencabut izin penyelenggaraannya di Indonesia dan mengeluarkan kebijakan untuk menghentikan eksploitasi perempuan dan liberalisasi budaya dalam bentuk apapun di tengah masyarakat.
3.     Mendesak pemerintah dan seluruh komponen umat agar segera meninggalkan nilai dasar dan sistem hidup yang menumbuh suburkan kemaksiatan, melanggengkan pelecehan terhadap perempuan serta melegitimasi praktek kapitalisasi tubuh perempuan dan kemaksiatan, yakni sistem sekuler kapitalis demokrasi yang mengagungkan paham kebebasan dan terbukti telah menimbulkan berbagai kemudharatan dan ketidakberkahan bagi kehidupan individu, keluarga, masyarakat maupun bernegara.
4.        Mengajak seluruh komponen umat untuk segera bertaubat, meraih ampunan Allah dan SyurgaNya yang luasnya seluas langit dan bumi, dengan kembali kepada syariat Islam kaffah yang hanya bisa tegak dengan tegaknya institusi khilafah Islamiyah. Juga mengajak mereka untuk mendukung, bahkan bersama-sama berjuang untuk menegakkannya dengan penuh kesadaran akan urgensi dan kewajiban sebagai seorang muslimah yang wajib terikat dengan hukum-hukum Allah. Hanya dengan cara inilah, martabat dan kemuliaan perempuan bahkan umat secara keseluruhan akan bisa terjaga sempurna, dan umatpun akan merasakan kesejahteraan dan keberkahan hidup hakiki sebagaimana yang Allah janjikan. Allah swt berfirman :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu (QS al-Anfal [8]: 24)

يَكْسِبُونَ كَانُوا بِمَا فَأَخَذْنَاهُمْ كَذَّبُوا وَلَكِنْ وَالْأَرْضِ السَّمَاءِ مِنَ بَرَكَاتٍ عَلَيْهِمْ لَفَتَحْنَا وَاتَّقَوْا آمَنُوا الْقُرَى أَهْلَ أَنَّ وَلَوْ
Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya (QS. Al_A’raf : 96)

Allaahumma fasyhad!

Ketua Muslimah
DPD I Hizbut Tahrir Indonesia Jawa Barat

Siti Nafidah, SP. MAg.
mhtijabar@gmail.com



KIPRAH PEREMPUAN DALAM PERUBAHAN



Oleh : Siti Nafidah Anshory

Secara kuantitas,  perempuan merupakan separuh masyarakat. Kiprahnya tentu tak bisa diabaikan atau dipandang sebelah mata. Bahkan sejarah peradaban manapun tak bisa dilepaskan dari peran perempuan. Peran  kodratinya sebagai seorang individu, sebagai ibu dan pengatur rumahtangga serta sebagai anggota masyarakat  memiliki nilai politis tinggi dan strategis  dalam membentuk, mewarnai dan melestarikan sebuah generasi. Wajar jika maju-mundurnya sebuah masyarakat selalu dinisbahkan pada sosok perempuan. Perempuan memang tiang negara.

Sejarah peradaban Islam pun menunjukkan hal demikian. Di samping Rasul Saw dan para sahabat, peran para shahabiyat radiyallahu ‘anhunna pun sangat besar dalam mengubah masyarakat jahiliyah yang sarat dengan kerusakan menjadi masyarakat Islam yang agung, digdaya dan sejahtera. Ada Bunda Khadijah ra yang menjadi partner sekaligus  pendukung utama dakwah Nabi Saw. Ada Sumayyah ra, sosok pribadi yang kuat, isteri dan ibu yang rela menjadi martir dakwah sekaligus menjadi teladan terbaik dalam keteguhan memperjuangkan kebenaran. Ada sosok Asma Binti Abu Bakar ra, perempuan cerdas dan pemberani yang berperan penting dalam keberhasilan hijrah Nabi dan melahirkan generasi mumpuni sekelas Zubair bin Awwam. Ada Asma Binti Ka’ab ra, satu di antara dua perempuan cerdas yang turut dalam peristiwa monumental berupa pembai’atan Nabi di Aqabah dan selalu tampil sebagai representasi kaumnya. Ada Nusaibah Binti Ka’ab ra, perempuan perkasa yang bersama keluarganya berulang kali turut berperang dan menjadi perisai Nabi saat jihad fi sabiilillah. Ada Khaulah Binti Tsa’labah ra sosok perempuan tangguh berkesadaran politik tinggi yang selalu siap mengawal para pemimpin dalam menegakkan hukum Allah melalui keberaniannya melakukan koreksi. Dan tak terhitung lagi sosok-sosok perempuan lain yang berjasa besar dalam perubahan mewujudkan masyarakat Islam dan memelihara eksistensinya hingga umat Islam bisa tampil sebagai entitas masyarakat terbaik (khayru ummah) selama belasan abad. 
Tampilnya kekuasaan Islam (Khilafah) yang menebar rahmat di 2/3 belahan dunia selama belasan abad itu justru membuktikan prestasi terbaik para ibu yang tak lain adalah kaum perempuan. Saat itu kaum perempuan berhasil menjadi arsitek terbaik bagi lahirnya generasi mumpuni, generasi mujahid dan mujtahid penegak peradaban mulia dengan kemajuan materi luar biasa. Sayangnya, hari ini kita telah kehilangan gambaran sebagai masyarakat terbaik. Kehidupan umat hari ini seolah kembali sebagaimana gambaran masyarakat jahiliyyah dahulu. Keruntuhan Khilafah Islam, institusi penegak syariah di tahun 1924 dan penerapan sistem sekuler yang  jauh dari nilai-nilai Ilahiyah senyatanya telah membawa masyarakat pada kondisi yang  jauh dari berkah. Alih-alih menjadi umat terbaik, umat hari ini justru terperosok dalam berbagai krisis di segenap aspek kehidupan. 
Di tengah kondisi buruk ini, kaum perempuan pun harus merasakan imbas negatif yang begitu mengerikan. Ide kebebasan yang lahir dari rahim sekularisme telah membuat mereka nyaris kehilangan kemuliaan. Mereka, dengan atau tanpa sadar telah menjadi kapstok berjalan yang siap dilecehkan. Kemiskinan yang terjadi merata akibat penerapan sistem ekonomi sekuler-kapitalis-liberal yang eksploitatif pun telah memaksa sebagian dari perempuan masuk dalam perangkap mesin ekonomi yang menghinakan dan terjebak oleh ide kesetaraan  yang mengikis naluri keibuan. Pada akhirnya, keluargapun terancam disfungsi dan masa depan umatpun terancam lost generation.
Tentu saja, kenyataan ini seharusnya menyadarkan umat termasuk kaum perempuan akan pentingnya aktivitas perubahan. Yakni perubahan dari sistem sekularistik yang terbukti menjadi biang keburukan kepada sistem Islam yang telah terbukti menjamin kemuliaan umat, termasuk perempuan. Untuk itu, dibutuhkan upaya serius dan terarah dalam rangka membangkitkan kesadaran umat akan realitas Islam sebagai sebuah ideologi. Yakni Islam yang tidak hanya dipahami ritual, tetapi sebagai solusi seluruh problematika kehidupan, termasuk masalah perempuan. 
Proses penyadaran dimaksud hanya mungkin dilakukan melalui dakwah pemikiran dan politis sebagaimana dicontohkan Nabi saw. Saat itu, beliau membina kader-kader dakwahnya yang terdiri dari kalangan laki-laki dan perempuan dengan aqidah yang mampu menggerakkan semangat ketundukan kepada hukum-hukum Allah dan memberi keyakinan tentang kemuliaan hidup yang akan mereka raih dengan Islam. Semangat dan keyakinan inilah yang menjadikan mereka senantiasa siap menanggung resiko berjuang bersama Nabi, berinteraksi ditengah-tengah masyarakat seraya menentang sistem yang rusak  demi mewujudkan kehidupan yang lebih mulia disisi Allah, baik di dunia berupa terwujudnya masyarakat Islam maupun di akhirat sebagai ahli surga.  Dengan cara ini pulalah beliau bersama kader-kadernya tadi, secara ‘ajaib’ berhasil membalik pola pikir dan pola jiwa masyarakat jahiliyah yang paganistis, mendewakan hawa nafsu, mengagungkan kemuliaan suku dan hidup tanpa standar halal haram menjadi masyarakat Islam yang kuat, yang tunduk pada nilai-nilai ukhrowi, menjunjung kemuliaan akhlak dan siap dipersatukan oleh ikatan yang sama yakni aqidah dan aturan-aturan Islam. 
‘Ala kulli hal, terwujudnya kembali kehidupan Islam memang merupakan keniscayaan. Terlebih Allah SWT telah memberikan kabar gembira (bisyarah) akan datangnya kembali kehidupan Islam itu dengan tegaknya Khilafah ‘ala Minhaj an-Nubuwwah  untuk kedua kalinya. Oleh karenanya, setiap Muslim, baik laki-laki maupun perempuan seharusnya siap berkontribusi maksimal untuk mewujudkan kabar gembira tadi dalam waktu secepatnya. Dan sebagai separuh masyarakat, kaum perempuan tentu memiliki kesempatan besar untuk berperan menjadi agen perubahan, baik dalam posisinya sebagai ibu pencetak generasi pemimpin, maupun dalam posisinya sebagai guru bagi sesama kaum perempuan, yang siap mengajak kaumnya turut memproses perubahan dengan menjadi pejuang penegak syari’ah dan khilafah sebagaimana dirinya.[]SNA[] 
                                                                                                                                       

Selasa, 02 Juli 2013

SAMBUT RAMADHAN, RAIH TAQWA, SONGSONG KHILAFAH



By Siti Nafidah Anshory

Tak terasa, saat ini kita sudah kembali memasuki bulan Ramadhan. Kita tentu sangat bersyukur karena hingga hari ini kita masih diberi kesempatan oleh Allah untuk bisa menikmati bulan yang sangat istimewa ini. Betapa tidak? baginda Rasulullah saw telah menyampaikan, bahwa pada bulan Ramadhan, Allah swt akan menaungi kaum mu’minin dengan segala keagungan dan keberkahan. Selain pahala shaum yang luar biasa, di bulan ini, Allah mengobral pahala sedemikian rupa. Pahala amalan sunnah disetarakan dengan amalan fardhu, sementara pahala amalan fardhu dilipat gandakan. Bahkan di dalam bulan ramadhan terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan.

Allah swt telah menentukan, bahwa hikmah dan tujuan shaum di bulan ramadhan adalah agar kita menjadi orang-orang yang bertaqwa. Di dalam surat al-Baqarah ayat 183, Allah swt berfirman yang artinya : "Hai orang2 yang beriman diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang2 sebelum kalian agar kalian bertaqwa"

Sebagian ulama salafus-shaleh mendefinisikan takwa dengan sikap takut kepada Allah, menerapkan wahyu yang diturunkan dan mempersiapkan diri menghadapi kematian. Seluruh makna ini mengarah pada satu hal, yakni kesiapan kaum mu’minin, baik secara individu, maupun secara kolektif untuk tunduk dan patuh pada seluruh perintah Allah dan menjauhi seluruh laranganNya, serta untuk siap berkorban di jalan ketaatan kepadaNya secara total.

Oleh karena itu, ibadah Ramadhan tentu akan berkurang maknanya, jika kita tidak menindaklanjutinya dengan upaya untuk melaksanakan syariah secara kaffah dalam kehidupan, karena justru di situlah sesungguhnya wujud ketakwaan yang hakiki. Bahkan keberadaan Ramadhan, seharusnya menjadi momentum yang tepat untuk menguatkan komitmen umat Islam dalam upaya menegakkan syariat agamanya secara kaffah dengan mewujudkan institusi penegaknya, yakni Daulah khilafah Islamiyah.

Memang ada hal yang cukup menggembirakan menghadapi Ramahan tahun ini. Saat ini kita melihat bahwa kesadaran untuk hidup dibawah naungan syariah dan khilafah, sudah mulai merasuki tubuh umat Islam di seluruh dunia. Hal ini ditunjukkan oleh berbagai hasil survey terkait keinginan masyarakat dunia, termasuk umat Islam yang ada di  Indonesia yang menghendaki hukum-hukum syariat menjadi hukum positif negaranya.  Di luar itu,  suksesnya penyelenggaraan berbagai acara yang mengusung tema syariah dan khilafah, termasuk acara Muktamar Khilafah yang digelar HT di berbagai kota besar di Indonesia dan di dunia baru2 ini, juga menunjukkan betapa besar ekspektasi masyarakat untuk bisa segera hidup di bawah naungannya.

Kondisi ini tentu mudah dipahami. Umat Islam dan masyarakat pada umumnya sudah bisa melihat dan merasakan bahwa sistem sekuler yakni demokrasi kapitalisme yang selama ini menaungi dan menjadi habitat kehidupan mereka telah terbukti membawa kesengsaraan dan menjauhkan hidup mereka dari keberkahan. Dalam naungan sistem ini, berbagai krisis  terus datang silih berganti, mulai dari krisis politik, krisis ekonomi, krisis budaya, dan yang lainnya. Dan ibarat hujan di tengah kemarau, keberadaan dakwah dari gerakan Islam ideologis, sedikit demi sedikit mampu membangun kesadaran bahwa persoalan utama sekaligus solusi atas multi krisis yang dihadapi oleh umat manusia tidak lain adalah segera mencampakkan sistem hidup sekuler dan kembali kepada aqidah yang benar yang melahirkan sistem hidup yang juga benar, yakni Islam.

Kita berharap, semoga melalui madrasah Ramadhan tahun ini, gelombang kesadaran umat akan terus menguat, hingga Islam akan menjadi opini umum, dan berikutnya mendorong mereka untuk bergerak melakukan perubahan ril ke arah Islam. Karenanya, mari kita sambut Ramadhan dengan penuh sukacita, dan kita isi setiap detik Ramadhan dengan aktivitas kebaikan yang tidak hanya berorientasi pada keshalehan pribadi, tetapi juga beroerientasi pada perubahan hakiki. [SNA]