INSPIRING QUR'AN :

وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

"Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhan-mu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa" (TQS. Ali-Imran : 133)

Kamis, 23 Desember 2010

Momentum Hari Ibu, 22 Desember 2010 "IBU INDONESIA TOLAK KAPITALISME, PERJUANGKAN SYARIAH & KHILAFAH"


Muslimah HTI Pertanyakan Kesetaraan Gender
Rabu, 22 Desember 2010 | 11:45 WIB


HTI melakukan aksi damai dalam peringatan Hari Ibu di Gedung Sate, Bandung, Jabar (22/12). (TEMPO/Prima Mulia/http://www. tempointeraktif.com)

TEMPO Interaktif, Bandung - Ratusan anggota Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia Jawa Barat mempertanyakan kesetaraan gender dalam aksi memperingati Hari Ibu di depan Gedung Sate, Bandung Rabu (22/12). Ketua Muslimah HTI Jawa Barat Siti Nafidah menuding kebijakan tentang kesetaraan gender justru menyebabkan kaum ibu mengabaikan perannya sebagai pendidik generasi.

Sejumlah fakta menurut Siti telah menunjukkan hal itu. Di antaranya, data yang dirilis BKKBN menyebutkan separuh dari remaja perempuan usia 13-15 tahun mengaku sudah pernah melakukan hubungan seks pra nikah, serta data yang menunjukkan 30 persen pelaku aborsi di Indonesia merupakan remaja. "Ini buat kita sebuah pertanyaan, di mana peran ibu," kata Siti.

Dia menuding, kondisi ini disebabkan sistem yang ada. Siti mengajak, di Hari Ibu ini, untuk mengingatkan lagi peran ibu sebagai pemelihara peradaban. "Yang kita butuhkan, bagaimana mengoptimalkan peran ibu, ini menyangkut kondisi masa depan bangsa," kata Siti.

Aksi ratusan perempuan itu "menggantikan" perayaan Hari Ibu yang tengah berlangsung di depan Gedung Sate Bandung. Unjuk rasa itu berlangsung di penghujung acara peringatan Hari Ibu yang di gelar pemerintah Jawa Barat yang tengah menggelar pertunjukan tari-tarian.

Ratusan perempuan itu memadati pintu masuk di depan pintu gerbang Gedung Sate. Masing-masing membawa poster kertas, di antaranya ditulisi: "Jangan Jual Ibuku Demi Devisa Negara", dan "Sibuk Berkarir=Tuntutan Kapitalisme". Di antaranya, ada yang menggelar aksi teatrikal, para ibu yang mengusung replika glondongan kayu di atas kepalanya.

AHMAD FIKRI


-------------

Rabu, 22/12/2010 12:19 WIB
Demo HTI di Hari Ibu
Single Parent Tarik Gulungan Tikar Berlabel Kapitalisme
Vita Principalia - detikBandung

Bandung - Momentum Peringatan Hari Ibu dimanfaatkan oleh 500-an muslimah Hizbut Tahrir Indonesia Jabar berunjuk rasa di depan Gedung Sate, Rabu (22/12/2010). Mereka prihatin dengan bergesernya peran ibu sebagai pencetak generasi muda gara-gara kapitalisme.

Hal itu mereka perlihatkan dengan menggelar teaterikal. Beberapa orang perempuan terlihat membawa gulungan tikat yang dibalut kertas bertuliskan 'kapitalisme'. Beberapa perempuan itu berkalung kertas, yang antara lain bertuliskan 'single parent', 'ibu menyusui', 'lanjut usia'.

Di belakang mereka tampak seorang perempuan berkalung 'kapitalisme' sambil memegang pecut. Ini digambarkan bahwa perempuan Indonesia saat ini tengah diperbudak kapitalisme.

"Sengaja kami gunakan momen hari ibu untuk menolak kapitalisme," ujar Ketua Muslimah DPD I HTI Jabar Siti Nafidah di sela-sela aksi. Menurutnya peran ibu harus dioptimalkan untuk menggagalkan kapitalisme.

Aksi berakhir pukul 12.00 WIB. Sebagian massa masih memegang poster bertuliskan 'wanita miskin, wanita sengsara = korban kapitalisme'
(ern/ern)

Jumat, 17 Desember 2010

“SAATNYA UMAT PEDULI IBU DAN GENERASI”


by Siti Nafidah Anshory

Peran ibu sejatinya merupakan peran yang sangat penting. Selain berperan secara biologis, ibu juga memiliki peran politis dan strategis. Sebagai madrasah pertama dan utama, di tangannyalah eksistensi dan kualitas generasi umat masa depan akan ditentukan.

Sayangnya pemahaman seperti ini kian hilang dari benak masyarakat. Serangan budaya dan pemikiran sekular-materialistik telah menjadikan peran ibu seolah tak berarti apa-apa. Sebagian ibu hanya tahu bagaimana melahirkan dan membiarkan anak besar dengan sendirinya, tanpa ruh dan apa adanya. Sementara sebagian lain, sibuk mengejar prestise atau karir sebagai simbol kebebasan dan kemandirian, seraya tak segan menanggalkan cita-cita dan kebanggaan menjadi ibu ideal bagi anak-anak mereka.

Penerapan sistem kapitalisme sekulerpun telah membuat peran ibu kian jauh dari optimal. Betapa tidak? Kebijakan ekonomi neolib yang inhern dengan sistem batil ini senyatanya telah berhasil menciptakan kemiskinan struktural dan gap sosial yang demikian lebar dan memaksa para ibu berperan lebih dari apa yang seharusnya mereka pikul. Selain harus berperan sebagai ibu dan pengelola rumahtangga, mereka pun terpaksa bekerja mencari nafkah yang tak cukup didapat para suami mereka.

Pada kondisi seperti ini, para pejuang gender malah sibuk memasang umpan mereka; menawarkan gagasan beracun bernama “keadilan dan kesetaraan gender” atau ‘pemberdayaan perempuan’ yang targetnya, melepas keterikatan kaum perempuan pada peran-peran domestik, termasuk peran sebagai ibu. Peran mulia ini mereka gambarkan sebagai peran yang ‘marginal, tak produktif dan diskriminatif’. Sehingga sebagian para ibu, seolah mendapat pembenaran atas abainya mereka akan tugas dan tanggungjawab mempersiapkan generasi masa depan.

Tak heran jika hari ini muncul generasi tanpa visi, yang dididik ibu pengganti bernama televisi dan lingkungan sekuler yang intens memapar budaya permissif, hedonis dan anarkis. Pelan tapi pasti, merekapun terinfeksi kanker peradaban yang sedikit demi sedikit membunuh masa depan mereka sehingga umatpun nyaris kehilangan pelanjutnya. Seks bebas, aborsi, narkoba, HIV/AIDS, pornografi-pornoaksi, tawuran, dan kriminalitas, menjadi hal biasa di kalangan remaja. Sementara di sisi lain, kemiskinan struktural yang tercipta di negeri kaya raya ini tak urung melemahkan fisik dan akal sebagian mereka akibat gizi buruk dan ancaman keterlantaran. Alih-alih beroleh kehidupan dan pendidikan yang layak,bahkan tak sedikit anak yang harus banting tulang menyelamatkan ekonomi keluarga mereka.

Sebenarnya kondisi ini tak akan terjadi jika para ibu menyadari peran utamanya sebagai pendidik generasi. Kondisi inipun tak seharusnya terjadi, jika umat peduli dan hidup dengan aturan Illahi yang berperspektif penyelamatan generasi. Persoalannya, hari ini kehidupan para ibu dan umat memang jauh dari ideal. Sistem pendidikan yang diterapkan, tak mampu membuat mereka cerdas untuk memahami perbedaan yang fana dan abadi, yang semu dan hakiki. Sistem ekonomi yang dijalankanpun tak mampu mewujudkan kesejahteraan yang menjamin optimalnya peran ibu. Bahkan sistem rusak ini, meniscayakan seluruh kekayaan yang dimiliki dirampok para kapitalis dalam dan luar negeri yang berkolaborasi dengan penguasa khianat di negeri ini.

Pertanyaannya, akankah kondisi buruk ini kita biarkan hingga eksistensi umat hancur berantakan? Sudah saatnya kita bangkit melakukan perubahan. Agar sebagaimana dahulu, umat ini bisa kembali tampil sebagai umat terbaik (khoyru ummah) dan kembali bangkit sebagai pionir peradaban. Caranya tidak lain dengan membina para ibu agar menyadari peran strategis-politis mereka dalam mencetak generasi unggul, yakni generasi yang bertakwa, cerdas dan berkarakter pemimpin, sesuai aturan-aturan Islam. Juga dengan membina umat agar mampu menjadi barier tangguh untuk menangkal serangan pemikiran dan budaya yang dilancarkan musuh-musuh Islam, yang hendak melanggengkan hegemoni dan menjegal kebangkitan Islam dengan melemahkan generasi mereka.

Hanya saja mencetak generasi unggul melalui optimalisasi peran ibu dan umat ternyata tak mungkin dilakukan dalam sistem sekuler yang secara genial memang rusak dan membawa kerusakan. Upaya ini justru membutuhkan sistem yang benar dan datang dari Dzat Yang Maha Benar. Yakni sistem Islam bernama al-khilafah. Khilafah inilah yang akan menerapkan aturan Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan yang karenanya peran ibu dan umat dapat optimal dilaksanakan, dan generasi berkualitaspun akan bisa diwujudkan.

Disinilah urgensi dakwah yang bersifat politik ideologis. Yakni dakwah yang tidak hanya mengarah pada perbaikan kualitas individu ibu dan umat saja, namun juga mengarah pada terwujudnya sistem masyarakat Islam (khilafah Islam) yang rahmatan lil ‘alamin. Dan upaya ini tentu tak bisa dilakukan sendirian, melainkan harus ada sinergi dari seluruh komponen umat yang sudah berkesadaran, termasuk para ibu tangguh arsitek generasi unggul yang bertakwa dan terbina dengan pemikiran-pemikiran Islam.[][]

Kamis, 16 Desember 2010

BERBAHAGIALAH UKHTI, KARENA ENGKAU TELAH DIMULIAKAN ....



Ukhti Fillâh……..
Banyak yang bilang bahwa syari’at Islam tak berpihak pada perempuan.
Mereka bilang,
Bukankah kerudung dan jilbab adalah simbol pengungkungan atas perempuan?
Bukankah menjadi isteri dan ibu adalah bentuk marjinalisasi perempuan?
Lalu, bagaimana dengan pendapat ukhti?

Di banyak kesempatan mereka gembar-gembor bahwa aturan waris dan perwalian sangat diskriminatif terhadap perempuan.
Dan bahwa hak thalaq dan kebolehan poligami merupakan wujud kekerasan terhadap perempuan.
Bahkan ukhti, ketika Islam menetapkan tanggungjawab kepemimpinan ada pada laki-laki,
tak sedikit yang protes meradang.
Dan lantas menuding, bahwa Islam tak adil dan melegitimasi penindasan terhadap perempuan.
Lalu, bagaimana pula dengan pendapat ukhti?

Ukhti,
Betapa naïf ya, jika kebodohan kita menjadi dasar untuk menolak kebenaran …..?!!
Bukankah Islam datang dari Dzat Yang Menciptakan Kehidupan, Manusia; Laki-Laki dan Perempuan?
Bukankah Islam datang dari Dzat Yang Maha Mengetahui Segala Kebaikan dan Keburukan, Menggenggam Waktu; Dahulu, Sekarang dan Yang Akan Datang??
Bukankah pula, Islam datang dari Dzat Yang Maha Memiliki Segala Kesempurnaan, Yang Maha Adil dan Maha Penyayang?
Lantas, kenapa mereka pertanyakan keberpihakan aturan-aturanNya, ya Ukhti ?
Kenapa pula mereka ragukan kesempurnaan syari’atNya dalam mengatur kehidupan?

Padahal Ukhti,
Bukankah tak bisa dipungkiri lemahnya pengetahuan kita, bahkan akan diri kita sendiri?
Bukankah banyak hal yang bisa menyadarkan, betapa –siapapun- lemah dihadapan Dzat Yang Maha Menghidupkan dan Mematikan?
Lantas atas dasar apa, ya Ukhti,
Sehingga dengan sombong mereka katakan bahwa manusia layak menjadi Robb semesta alam?

Ukhti…..
Barangkali benar ya,
Bahwa kejernihan berpikir dan sikap tau diri akan menghantarkan seseorang kepada ketundukan.
Dan bahwa kejernihan dan sikap tau diri pula, yang akan memastikan terhujamnya keyakinan
Bahwa syari’at adalah manifestasi Rahmat Allah atas penciptaan.
Sehingga, hanya yang bisa jernih berpikir dan tau dirilah yang bisa mencerap kebahagiaan dari pesan cinta Dzat Pencipta Kehidupan.

Ukhti…..
Sungguh, betapa ingin saya katakan,
Bahwa sudah saatnya mereka campakkan kedengkian dan kesombongan,
Sebelum satu saat mereka berhadapan dengan Dzat yang sifat-sifatNya selalu mereka nafikan.
Betapa ingin juga saya katakan,
Bahwa sudah saatnya mereka kembali ke jalan Islam, satu-satunya jalan yang menyelamatkan.
Karena senyatanya ukhti
Inilah fitrah mereka….
Dan untuk inilah mereka diciptakan.

Berbahagialah Ukhti….
Karena ukhti sudah termasuk yang tercerahkan……!!!
Dan berbahagialah Ukhti …..
Karena nyata, dengan cara ini Yang Maha Rahim menyatakan kecintaan!!!
[][][]

Rabu, 15 Desember 2010

Ummahat : Sumayyah binti Khubath ra.


Wanita Perkasa Yang Cukup Baginya Surga ...

Ia termasuk perempuan-perempuan pertama yang masuk ke dalam Islam, termasuk tujuh orang pertama yang memeluk Islam, bersama-sama dengan suaminya Yasir bin Amir bin Malik dan anaknya Ammar. Tidak lama setelah cahaya Islam menerangi Makkah, keluarga Yasir langsung memenuhi panggilan iman kepada Allah dan membenarkan Nabi Muhammad saw. Dalam keluarga ini terhimpun keutamaan kesabaran dan jihad. Dan sejak mereka masuk ke dalam Islam, mereka mendapat siksaan dari orang-orang Kafir Quraisy.

Apalagi ketika orang-orang Kafir Quraisy melihat kekokohan iman mereka yang dinilai tinggi, maka kemarahan orang-orang Kafir Quraisy semakin memuncak. Hampir setiap helaan nafas yang mereka hembuskan ditujukan untuk menyiksa orang-orang yang mengucapkan,”Rabb kami adalah Allah”. Termasuk yang dialami oleh keluarga Yasir, yaitu Yasir, Sumayyah dan Ammar bin Yasir, dimana mereka disiksa dengan siksaan yang amat pedih dan dipaksa untuk meninggalkan Islam. Tetapi siksaan yang mereka terima tidak berpengaruh sedikitpun pada keluarga ini kecuali tetap beriman dengan teguh dan ikhlas. Sampai ketika mereka sedang menyiksa keluarga Yasir, Rasulullah lewat di depan mereka, seraya memberikan kabar gembira. “Sabarlah wahai keluarga Yasir. Sesungguhnya tempat yang dijanjikan kepada kalian adalah syurga. Sesungguhnya aku tidak memiliki apapun dari Allah untuk kalian,” Rasulullah menyatakan pada mereka bahwa tempat yang dijanjikan untuk mereka adalah syurga, maka tidak ada yang dilakukan Sumayyah kecuali berkata :”Sesungguhnya aku telah melihatnya dengan jelas, wahai Rasulullah,”

Mereka senantiasa shabar menghadapi siksaan yang ditimpakan kepada mereka oleh orang-orang Kafir Quraisy, sampai akhirnya merenggut nyawa Yasir bin Malik. Tetapi hal ini tidak menimbulkan kegentaran pada diri Sumayyah, bahkan ia lebih menantang orang-orang atau pemuka Kafir Quraisy sehingga menambah geram pemuka Kafir Quraisy, terutama Abu Jahl, hingga akhirnya ia menusukkan tombak ke tubuh Sumayyah binti Khubath r.a sampai beliau meninggal dunia sebagai syahidah pertama. Demi mempertahankan ke-Islamannya ia korbankan jiwanya. Subhanallah, tidak diragukan lagi bagaimana perannya sebagai seorang muslimah, sebagai bagian dari masyarakat yang bertanggungjawab bagi tegaknya Islam, sehingga dengan ikhlas dan ridho ia serahkan jiwanya hanya untuk Islam semata, sekalipun siksaan yang diterimanya sedemikian besarnya.

Semasa hidupnya, Sumayyah dikenal sebagai seorang istri yang baik, berbakti dan mengabdi kepada suaminya, dan senantiasa mendampingi suaminya dalam suka dan duka. Sebagai seorang ibu, dapat kita lihat dari sosok anaknya, yakni Ammar bin Yasir. Ia pun termasuk orang yang pertama-tama masuk Islam bersama-sama dengan ayah bundanya, dimana kekuatan dan kekokohan imannya mampu menggentarkan orang-orang kafir Quraisy yang menyiksanya. Ia juga seorang mujahid yang tangguh, dengan gagah berani, ia mempertaruhkan nyawanya melawan musuh-musuh kaum muslimin.

Jelaslah bahwa Sumayyah tidak saja hanya memerankan tugasnya sebagai istri dan ibu, tetapi sebagai seorang muslimah yang memberikan andil dan semangat besar bagi kaum muslimin lainnya dengan mengajak keluarganya kepada Islam dan tetap kokoh memegang teguh dînnya sekalipun siksaan yang diterimanya sangat berat.
(Sumber : Revisi Politik Perempuan)

Minggu, 12 Desember 2010

TELADAN IBU TANGGUH PENCETAK GENERASI UNGGUL


ASMA BINTI ABI BAKAR RA.

Asma’ dikenal sebagai kelompok wanita yang pertama-tama masuk Islam. Ia merupakan muhajirah yang agung, yang mengorbankan harta, raga dan jiwanya hanya untuk Islam. Semua unsur keturunan yang mulia terkumpul dalam pribadinya. Hal itu cukup untuk mengangkat derajatnya ke tempat yang tinggi dan membanggakan. Ayahnya, Abu Bakar Shiddiq adalah sahabat karib yang paling utama bagi Rasulullah semasa beliau hidup, dan khalifah pertama sesudah beliau wafat. Kakeknya, Abu Atiq, ayahnya Abu Bakar. Saudara perempuannya, Aisyah Ummul Mukminin (Istri Rasulullah SAW), seorang wanita suci, bersih, sebagaimana dinyatakan Allah dalam firmanNya. Suaminya, Zubair bin Awwam, seorang tokoh yang sangat mengutamakan ridha Allah dan ridha ibu bapaknya.
Asma’ menikah dengan Zubair bin Awwam, seorang pemuda miskin, tidak mempunyai pelayan yang selalu siap sedia membantu pekerjaannya, tidak mempunyai harta yang dapat melapangkan kehidupan keluarganya, kecuali hanya seekor kuda yang dirawatnya dengan baik.

Sungguh pun begitu Asma’ tidak kecewa. Dia adalah seorang istri yang baik dan setia, serta selalu khidmat kepada suaminya. Jika suaminya sedang sibuk mengemban tugas-tugas yang dibebankan Rasulullah kepadanya, Asma’ tidak segan-segan bekerja keras merawat dan menumbuk biji kurma untuk makanan kuda suaminya.
Pribadi Asma’ dirahmati Allah dengan keistimewaan yang menonjol yang jarang terdapat sekaligus, kecuali dalam pribadi segelintir pria. Dia cantik, hampir sama dengan saudaranya, Aisyah. Dia cerdas, lincah, cekatan, bangsawan dan memiliki otak yang sangat cemerlang.

Kepemurahannya menjadi teladan bagi orang banyak. Anaknya, Abdullah pernah berkata:”Aku belum pernah melihat wanita yang pemurahnya melebihi ibuku, Asma’. Bibiku berlainan. Kalau bibiku, dikumpulkannya lebih dahulu sedikit demi sedikit sesuatu yang akan dinafkahkannya, maka bila sudah terkumpul barulah dibagi-bagikannya kepada orang-orang yang membutuhkannya, lain dengan ibuku, dia tidak pernah menyimpan sesuatu sampai besok.”

Dari segi kecemerlangan berfikirnya, sangat nampak dalam diri putri Abu Bakar ini. Ia senantiasa bertindak penuh perhitungan dan bijaksana. Ketika ayahnya, Abu Bakar Shiddiq membawa seluruh uang simpanannya untuk kepentingan hijrah bersama Rasulullah saw, tidak satu sen pun ditinggalkannya untuk keluarganya. Setelah Abu Quhafah, bapak Abu Bakar atau kakek Asma’, mengetahui kepergian anaknya, dia datang ke rumah Abu Bakar untuk memastikan. Ketika itu Abu Quhafah masih musyrik. Kata Abu Quhafah:”Demi Allah! Tentu bapakmu mengecewakanmu dengan hartanya, disamping dia menyusahkanmu dengan kepergiannya.”

“Tidak kek! Sekali-kali tidak! Bapak banyak meninggali kami uang,” jawab Asma’ menghibur kakeknya. Asma’ pergi mengambil batu-batu kerikil, kemudian dimasukkannya ke kotak, tempat dia biasa menyimpan uang. Sesudah itu ditutupnya kerikil tersebut dengan kain-kain pakaiannya. Kemudian di bawanya si kakek ke tempat simpanan uang tersebut dan diletakkannya tangan kakek di atas kain-kain yang menutup kerikil itu. Kata Asma’ : ”Lihatlah Kek! Kami banyak ditinggali uang oleh Bapak,”padahal kakeknya buta.

“Bagus ..! Bagus ..! Kalian ditinggali banyak uang. Syukurlah..!” kata sang kakek.
Sesungguhnya maksud Asma’, disamping untuk menyenangkan hati kakek supaya tidak susah memikirkan dan memberinya apa-apa lagi. Lebih jauh dari itu, sebenarnya Asma’ tidak mau menerima bantuan orang musyrik, walau itu dari kakeknya sendiri. Hal ini merupakan bukti kuat yang menunjukkan sedemikian besarnya perhatiannya terhadap dakwah dan kepentingan kaum muslimin.

Asma’ binti Abu Bakar diberi julukan oleh Rasulullah sebagai Dzatun Nithâqayn (wanita yang mempunyai dua ikat pinggang). Hal ini terkait dengan peristiwa, ketika tepat di hari Rasulullah SAW hendak berangkat hijrah ke Madinah. Asma’ menyediakan makanan dan minuman untuk perbekalan beliau berdua dengan ayahnya Abu Bakar. Ketika dia hendak mengikat karung makanan dan qirbah (tempat air minum) dia merobek ikat pinggangnya sebagai tali pengikat. Karena itulah Rasulullah saw mendo’akan nya semoga Allah mengganti ikat pinggang Asma’ dengan dua ikat pinggang yang lebih baik dan indah di syurga. Sejak itu Asma’ digelari “Dzatin Nithâqain”.

Berkaitan dengan peristiwa hijrah inipun, sebenarnya ada berbagai hal yang bisa kita teladani, yang menggambarkan bagaimana kekuatan berfikir dan berstrategi yang dimiliki oleh seorang muslimah, tentu saja ini berkaitan dengan aktivitas politiknya yang dihasilkan dari kecemerlangan akal yang dimilikinya, bukan sekedar aktivitasnya mengantarkan makanan saja.

Asma’ mengirim makanan untuk dua orang yang berperan penting bagi umat Islam, Rasulullah dan ayahnya, Abu Bakar agar keduanya tidak kehausan atau kelaparan. Tetapi lebih dari itu, Asma’ juga menyampaikan berita-berita penting tentang rencana-rencana orang-orang Kafir Quraisy terhadap kaum muslimin, yakni ketika suasana sangat genting dimana orang-orang Kafir Quraisy tengah mencari-cari Rasulullah saw untuk dibunuh karena bencinya mereka terhadap dakwah Islam dan orang-orang yang mengemban risalah Islam. Dengan perut yang besar, karena kehamilannya waktu itu, Asma’ mengambil peran yang beresiko tinggi, mengapa ? Karena bila ketahuan, bukan hanya nyawanya yang menjadi taruhan, tetapi lebih dari itu, Abu Bakar dan utusan Allah, Muhammad saw pun akan terancam keselamatannya. Apalagi orang-orang Kafir Quraisy saat itu tengah marah besar karena Muhammad saw berhasil lolos dari kepungan, dan posisinya digantikan oleh Ali bin Abi Thalib. Tetapi dengan sangat cerdik dan penuh perhitungan Asma’ berjalan menuju persembunyian Abu Bakar dan Rasulullah saw di gua Tsur, sambil menggembalakan kambing-kambingnya. Ia berjalan di depan dan kambing-kambingnya berjalan di belakangnya. Dengan cara ini, tidak ada yang bisa mengikuti jejaknya, karena jejak kaki Asma’ terhapus oleh jejak kaki kambing gembalaannya. Apa yang dilakukan Asma’ itu belum tentu mampu dilakukan seorang lelaki pemberanipun, karena hal itu bisa mengundang bahaya, kezhaliman dan keberingasan orang-orang kafir Quraisy. Suatu perbuatan yang membutuhkan pemikiran yang mendalam, keteguhan hati, sekaligus keberanian dan kekuatan iman.

Ternyata permasalahannya tidak berhenti sampai disini saja, setelah Rasulullah saw dan Abu Bakar berhasil keluar dari tempat persembunyiannya dan berhijrah ke Madinah, Asma’ menuturkan, “Kami di datangi beberapa orang Quraisy, di antara mereka adalah Abu Jahal. Mereka bertanya, “Mana ayahmu wahai putri Abu Bakar ?” Dengan diplomatis Asma’ akhirnya menjawab,” Demi Allah, aku tidak tahu di mana sekarang ayahku berada, ”Seketika itu pula Abu Jahal mengangkat tangannya dan menampar pipi Asma’ dengan satu kali tamparan yang membuat anting-antingnya lepas, setelah itu mereka beranjak pergi.

Setelah Rasulullah saw dan Abu Bakar berhasil hijrah ke Madinah, maka giliran Asma’ untuk hijrah ke Madinah, sementara saat itu Ia dalam keadaan hamil tua, mengandung Abdullah bin Zubair. Sekalipun sudah hampir melahirkan, keadaan ini tidak menjadi rintangan baginya untuk menempuh perjalanan jauh dan berbahaya. Akhirnya, setelah sampai di Quba, Asma’ melahirkan bayi yang sangat didambakannya. Sebagai tanda syukur dan gembira, kaum muslimin mengucapkan takbir dan tahlil menyambut kelahiran Abdullah bin Zubair. Itulah bayi yang pertama lahir di Madinah.

Asma’ segera membawa bayinya ke hadapan Rasulullah saw dan meletakkannya di pangkuan beliau. Rasulullah mengambil air ludahnya sedikit, lalu dimasukkannya ke mulut bayi tersebut, itulah makanan yang pertama masuk ke dalam rongga mulut anak itu. Kemudian beliau membaca do’a bagi bayi tersebut.

Sebagai seorang ibu, telah sering pula kita mendengar kisahnya, sosok ibu yang mengerti benar perannya menciptakan generasi yang berkualitas prima, generasi yang menjadikan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya di atas segalanya, apakah itu harta, anak, istri dan sebagainya, generasi yang siap berjuang membela bendera Islam dan kalimah Lâ Ilâha Illallâh, Muhammad Rasûlullâh. Dan generasi seperti ini nampak jelas dalam diri putra Asma’ binti Abu Bakar, yaitu Abdullah bin Zubair. Tentang hal ini kita simak salah satu kisah pertemuan terakhir antara ibu dan anak yang saling menyayangi dan mencintai satu sama lain, semata-mata karena kecintaan keduanya yang tinggi kepada Allah swt dan RasulNya.

Abdullah bin Zubair diangkat menjadi khalifah setelah khalifah Yazid bin Mu’awiyah meninggal. Negeri-negeri Hijaz, Mesir, Iraq, Khurasan dan sebagian besar negeri Syam telah tunduk ke bawah pemerintahannya. Tapi Bani Umayyah tidak tinggal diam. Mereka menyiapkan tentara yang besar di bawah pimpinan panglima Hajjaj bin Yusuf Ats Tsaqafy untuk menggulingkan khalifah. Abdullah bin Zubair turun ke medan tempur memimpin sendiri tentara yang setia kepadanya. Dia memperlihatkan kebolehannya sebagai panglima perang yang gagah berani dengan taktik dan strategi perang yang brilian.

Tetapi para perwira bawahan dan prajuritnya banyak yang meninggalkannya satu demi satu, membelok ke pihak musuh. Akhirnya dengan jumlah tentara yang tinggal sedikit dia mundur di bawah naungan Ka’bah yang suci dan agung. Beberapa saat sebelum kekalahannya, Abdullah bin Zubair pergi menemui ibundanya yang sudah lanjut usia.
“Assalâmu’alaiki warahmatullâhi wabarakâtuhu, wahai ibunda!” kata Abdullah memberi salam kepada ibunya.

“Wa’alaikas salâm warahmatullâhi wabarakâtuhu, ya Abdullah! Mengapa engkau datang ke sini pada saat begini? Padahal batu-batu besar yang dilontarkan Hajjaj kepada tentaramu menggetarkan seluruh kota Mekkah,” kata ibunya.
“Aku datang hendak bermusyawarah dengan ibu,” jawab Abdullah dengan hormat dan menunjukkan kasih sayangnya.
“Tentang masalah apa?” tanya ibunya khawatir.
“Tentaraku banyak meninggalkanku. Mereka membelot dari padaku ke pihak musuh. Mungkin karena takut kepada Hijjaj atau mungkin juga karena menginginkan sesuatu yang di janjikannya, sehingga anak-anak dan istriku pun berpisah denganku. Sedikit sekali jumlah tentara yang tinggal bersamaku. Mereka itu pun agaknya tidak akan sabar bertahan lebih lama bersamaku. Sementara itu, para utusan Bani Umayyah menawarkan kepadaku apa saja yang kuminta berupa kemewahan dunia asal saja aku bersedia meletakkan senjata dan bersumpah setia mengangkat Abdul Malik bin Marwan menjadi khalifah. Bagaimana pendapat ibu?” Tanya Abdullah.

Asma’ menjawab dengan suara tinggi, ”Terserah kepadamu ya Abdullah! Bukankah engkau sendiri yang tahu dengan dirimu? Bila engkau yakin bahwa engkau mempertahankan yang hak dan mengajak kepada kebenaran, maka teguhkan seperti para prajuritmu yang telah gugur dalam mengibarkan benderamu! Tetapi bila engkau menginginkan kemewahan dunia, sudah tentu engkau seorang anak laki-laki yang pengecut. Berarti engkau mencelakakan diri sendiri dan menjual murah harga kepahlawananmu selama ini, nak!”
Abdullah menundukkan kepala di hadapan ibunya yang kelihatan marah bercampur berbagai perasaan yang tidak pasti wujudnya. Walaupun ibunya sudah tua dan buta, Abdullah yang khalifah dan panglima perang yang gagah berani tidak sanggup melihat wajah ibunya karena sangat hormat dan kasih kepadanya.
“Tetapi aku akan terbunuh hari ini, bu! Kata Abdullah lembut.
“Itu lebih baik bagimu dari pada engkau menyerahkan diri kepada Hajjaj. Akhirnya toh kepalamu akan diinjak-injak juga oleh budak-budak Bani Umayyah dengan mempermainkan janji-janji mereka yang sulit dipercaya,” jawab ibunya tegas dengan nada tinggi.
“Aku tidak takut mati, bu! Tetapi aku khawatir mereka akan mencincang dan merobek-robek jenazahku dengan kejam,” kata Abdullah lagi.
“Tidak ada yang perlu ditakutkan perbuatan orang hidup sesudah kita mati. Kambing yang sudah disembelih tidak merasa sakit lagi ketika kulitnya dikupas orang,” kata ibunya.
“Semoga ibu diberkati Allah. Begitu pula hendaknya buah pikiran ibu yang selalu terang benderang. Maksud kedatanganku hanya untuk mendengar apa yang telah kudengar dari ibu sebentar ini. Allah Maha Tahu, aku tidak lemah dan tidak terlalu hina. Dia Maha Tahu, aku tidak terpengaruh oleh dunia dan kemewahannya. Murka Allah bagi orang-orang yang menyepelekan segala yang diharamkanNya. Inilah aku, anak ibu! Aku selalu patuh menjalani segala nasihat ibu. Apabila tewas, janganlah ibu menangisiku. Segala urusan kehidupan ibu, serahkan kepada Allah…! Kata Abdullah menguatkan hati ibunya.
“Yang ibu kuatirkan kalau-kalau engkau tewas di jalan yang sesat,” kata Asma’ memperlihatkan keteguhan imannya.
“Percayalah ibu! Anak ibu tidak memiliki pikiran sesat untuk berbuat keji. Anak ibu tidak percaya untuk menyelamatkan diri dengan mengorbankan orang-orang muslim yang baik, atau melakukan kejahatan-kejahatan lain. Anak ibu mengutamakan keridhoan ibu. Aku katakan semua ini di hadapan ibu dari hatiku yang putih bersih. Allah ta’ala menanamkan kesabaran yang dalam di hati sanubari ibu.”
Jawab Asma’ ”Alhamdulillâh…! Segala puji bagi Allah yang telah membuat engkau teguh memegang apa yang disukai-Nya dan yang ibu sukai pula. Mendekatlah kepada ibu, anakku! Ibu ingin mencium baumu dan menyentuhmu. Agaknya inilah saat terakhir bagi ibu untuk menciummu…”

Abdullah menjatuhkan diri ke pangkuan ibunya. Hidung Asma’ beranjak dari kepala, ke muka dan tengkuk Abdullah. Tangannya menyentuh tubuh Abdullah, tetapi tiba-tiba Asma’ menarik kembali tangannya yang keriput seraya bertanya, ”Apa yang engkau pakai, hal Abdullah?”
“Baju besi!” jawab Abdullah.
“Untuk apa pakaian seperti ini dipakai oleh orang yang ingin syahid?” Tanya Asma’.
‘Aku memakainya untuk menyenangkan hati ibu,” jawab Abdullah.
“Tanggalkan baju besi itu! Tanpa baju besi itu engkau lebih memperlihatkan semangat yang tinggi dan keperkasaan. Disamping itu engkau dapat bergerak dengan leluasa, ringan dan lincah. Sebagai gantinya pakailah celana rangkap. Seandainya engkau tewas auratmu tidak mudah terbuka,” kata ibunya dengan penuh kasih sayang.
Abdullah melepas baju besinya, kemudian memakai celana rangkap. Sesudah itu dia pergi ke Masjidil Haram meneruskan pertempuran sambil berpesan kepada ibunya,” jangan bosan mendo’akanku, ibu!”

Asma menadahkan kedua tangannya ke langit dan berkata, ”Wahai Allah! Kasihanilah dia karena shalat yang panjang diselingi tangis di tengah malam buta, ketika orang-orang lain sedang tidur nyenyak. Duhai Allah! Kasihanilah dia yang sering menahan lapar dan haus ketika bertugas jauh dari Madinah atau Mekkah dalam menunaikan ibadah puasa karenaMu. Duhai Allah! Kasihanilah dia yang selalu berbuat kebaikan dan menuntut kasih sayangnya terhadap ibu dan bapaknya. Duhai Allah! Aku serahkan dia ke dalam pemeliharaanMu dan aku ridha dengan apa yang telah Engkau tetapkan baginya dan berilah aku pahala orang-orang yang sabar…!

Sebelum matahari terbenam di sore hari itu, Abdullah bin Zubair syahid menemui Rabbnya. Dia pulang ke rahmat Allah karena mengutamakan ridha Allah. Lebih kurang tujuh belas hari setelah kematian putranya, Asma’ wafat pula menyusul putranya tercinta. Asma’ binti Abu Bakar Shiddiq pulang ke rahmatullah dalam usia seratus tahun. Walapun usianya sudah lanjut, namun giginya masih utuh semuanya, tidak ada yang tanggal satupun. Daya pikirnya tetap kuat dan prima. Begitu pula imannya seperti dikisahkan dari cela-cela kehidupannya yang penuh taqwa. Radhiyalhu’anhuma. Semoga Allah meridhai kedua hambanya. Asma’ dan Abdullah bin Zubair, putranya.

Inilah sebuah teladan yang sangat berharga bagi kita semua, bukan saja keberaniannya, kepatuhannya kepada Allah, suami dan ayahnya, pengorbanannya yang besar atau sikap dermawannya, serta kedalaman berpikirnya, tetapi lebih dari itu kesadaran politik yang dimiliki serta kemampuannya mensinergiskan peran-peran yang harus dilaksanakan oleh seorang muslimah demikian melekat kuat dalam dirinya. Bersama suaminya, Zubair terbentuklah keluarga sakinah mawaddah wa rahmah bukan karena harta yang melimpah ruah, tetapi sebuah keluarga yang selalu diberkahi dan dirahmati oleh Allah swt, karena anggota-anggota keluarganya menjadikan kecintaan kepada Allah swt di atas kecintaan-kecintaan lainnya. Dari keluarga ini lahir seorang syuhada yang gagah berani, yang tidak takut terhadap apapun kecuali kepada Allah swt. Sekalipun demikian, Asma’ tidak mengabaikan peran politiknya. Ia berperan aktif dalam hijrahnya kaum muslimin ke Madinah. Berpindahnya kaum muslimin dari kondisi yang buruk kepada yang baik, sehingga akhirnya tegaklah daulah Islamiyah di Madinah.

(Sumber : Revisi Politik Perempuan, Najmah Saiidah&Husnul Khotimah, Idea Pustaka)

Senin, 06 Desember 2010

Dr Nazreen Nawaz : Kapitalisme Sumber Kekacauan Global


Pengantar:

Selama beberapa tahun terakhir, suatu opini global telah dibangun bahwa Islam radikal, atau dalam istilah yang lebih umum, ‘Islam Politik’, adalah ancaman bagi dunia seperti dalam prohttp://www.blogger.com/img/blank.gifpaganda Tony Blair. Betulkah propaganda tersebut? Apa sesungguhnya motif Barat di baliknya propaganda tersebut? Mengapa Islam yang dijadikan tertuduh? Bagaimana dengan Kapitalisme global yang memimpin dunia saat ini, yang justru banyak memproduksi persoalan dan menjadi sumber kekacauan global?

Untuk mengetahui lebih jauh jawaban atas beberapa pertanyaan di atas, Redaksi Al-Waie kali ini mewawancarai Dr. Nazreen Nawaz, Representasi Muslimah Hizbut Tahrir Inggris, yang tentu merasakan langsung kebijakan-kebijakan penuh kebencian dari pemerintahan di Barat atas Islam dan kaum Muslim, termasuk terus menebar propaganda yang menyerang Dunia Islam. Berikut petikan wawancaranya.

Selama beberapa tahun terakhir, suatu opini global telah dibangun bahwa Islam radikal, atau dalam istilah yang lebih umum, ‘Islam Politik’, adalah ancaman bagi dunia seperti dalam propaganda Tony Blair. Bagaimana komentar Anda? Apa motif di balik opini seperti itu?


Cerita semacam ini sering dibangun oleh para politisi, pemerintahan dan lembaga-lembaga Barat. Dengan mudahnya mereka mengalihkan perhatian dari fakta bahwa Kapitalisme global, nilai-nilai liberal sekular dan kebijakan-kebijakan luar negeri kolonial Barat adalah penyebab terbesar atas ketidakstabilan, kekacauan dan ketidakamanan di dunia. Bukanlah Islam Politik yang telah mengobarkan perang kolonial yang tak terhitung jumlahnya selama 100 tahun terakhir yang menjarah sumberdaya dari bangsa asing, melainkan negara-negara kapitalis Baratlah yang melakukannya. Bukan Islam Politik yang menyebabkan kematian ratusan ribu warga sipil dalam bencana perang dan kehancuran Afganistan, Irak dan Pakistan; atau yang melakukan penculikan rahasia, penahanan dan penyiksaan dalam Perang Melawan Teror. Namun, pemerintah kolonial Baratlah yang melakukannya. Bukan Islam Politik yang mengesahkan penggunaan uranium terdeplesi (depleted uranium) terhadap penduduk Irak, tetapi para pemerintahan sekularlah yang melakukannya. Bukan Islam Politik yang membuat miskin negara-negara di dunia dan menyebabkan krisis ekonomi global, tetapi Kapitalismelah biang keladinya.

Klaim ini mencoba untuk membuat ketakutan atas keyakinan Islam Politik, seperti usaha penerapan syariah atau pembentukan Kekhalifahan di dunia Muslim, dengan mengaitkannya dengan terorisme. Hal ini telah menciptakan iklim ketakutan yang telah melayani dua tujuan. Pertama: memberikan pembenaran pemerintahan Barat kepada masyarakat di negara mereka dengan tujuan melanjutkan perang atas pendudukan yang mereka lakukan dengan brutal, mendukung pemerintahan diktator di negara-negara Islam dan melestarikan gangguan mereka atas dunia Muslim atas nama pencegahan ide-ide Islam untuk bisa terwujud. Kedua: mengesahkan undang-undang anti-teror yang kejam atas komunitas Muslim dengan maksud membungkam suara penentangan atas kebijakan luar negeri Barat dan melaksanakan kebijakan kontra-terorisme yang menganggu masyarakat Muslim. Tujuannya adalah membungkam suara tidak setuju atas kebijakan luar negeri Barat dan dukungan umat Islam di Barat atas pelaksanaan syariah di negeri-negeri Muslim yang membuat pemerintahan di Barat gerah. Tujuan keseluruhannya adalah mencegah munculnya kembali Kekhilafahan Islam ideologis yang akan menantang hegemoni negara-negara kapitalis Barat atas sumberdaya dunia dan urusan global.

Namun, cerita bahwa Islam Politik adalah seperti ‘ban berjalan’ bagi terorisme telah terbukti kepalsuannya. Laporan lembaga kajian terkemuka di Inggris pada bulan April 2010 yang berjudul, “Tepi Kekerasan” (The Edge of Violence), menyatakan, “Mungkin bagi umat Islam untuk membaca teks-teks radikal sehingga mereka menjadi kuat dan vokal menentang kebijakan luar negeri Barat, meyakini hukum syariah, mengharapkan kemunculan kembali Kekhalifahan, bahkan mendukung Muslim Afganistan dan Irak untuk memerangi pasukan sekutu; sementara pada saat yang sama mereka sangat vokal dalam mengecam terorisme yang terinspirasi al-Qaeda di negara-negara Barat.”

Dalam sebuah artikel berjudul, “Syariah: Bahaya Bagi Amerika Serikat.” (Washington Times, 2010/09/14) disebutkan bahwa ada beberapa alasan penting mengapa AS berada di bawah ancaman syariah Islam. Alasannya tidak hanya karena syariah Islam hanyalah sebuah agama ruhani, tetapi karena Islam juga membawa tugas jihad dan Kekhalifahan. Jadi, mengapa Barat begitu paranoid tentang ketiga konsep itu (Syariah, Jihad dan Khilafah)?

Seseorang perlu menarik perbedaan antara masyarakat umum di Barat dan pemerintah Barat berserta lembaga-lembaga mereka. Masyarakat Barat umumnya kurang pengetahuan tentang Islam. Di sisi lain, propaganda negatif terhadap syariah, jihad dan Khilafah yang terus-menerus dijajakan oleh beberapa media Barat beserta pendirian politik telah menciptakan pandangan sama sekali palsu atas konsekuensi dari pelaksanaan syariah Islam. Mereka percaya hal itu akan menyebabkan kemunduran, ekonomi stagnan dan munculnya negara totaliter yang haus perang yang akan menundukkan kaum wanita dan kaum minoritas non-Muslim. Mereka yang mempelajari teks-teks Islam dan sejarah telah memahami bahwa persepsi ini sangat jauh dari kebenaran.

Namun, bagi pemerintahan Barat, pelaksanaan syariah, jihad dan Khilafah adalah ancaman bagi hegemoni budaya global dan hegemoni fisik mereka untuk mengamankan kepentingan ekonomi mereka. Pendirian Khilafah akan menjadi berita besar yang akan mengakhiri kontrol mutlak, eksploitasi dan campur tangan mereka di dunia Muslim. Ini berarti berakhirnya kekuasaan rezim-rezim diktator yang berkuasa saat ini di wilayah tersebut yang tunduk pada kepentingan dan perintah dari kekuatan asing daripada tulus melayani kepentingan umat Islam. Hal ini akan menimbulkan munculnya sebuah negara yang akan mencari jalur independen daripada harus bersikap tunduk pada kolonial Barat dan pendudukan serta mengakhiri penghisapan sumberdaya tanah kaum Muslim. Kemunculan negara ini (Khilafah) akan menantang negara-negara Barat karena akan menjadi pemimpin politik dan ekonomi di dunia, mencabut penderitaan dan menghapus kemiskinan yang disebabkan Kapitalisme global dan menunjukkan kepada dunia penghargaan sejati atas kehidupan manusia, keadilan dan hak-hak manusia.

Terkait terorisme, suatu istilah yang sering digunakan sebagai alasan untuk menyerang Islam, bagaimana kita harus mengatasi kelompok-kelompok Islam yang membenarkan pembunuhan orang-orang Barat di manapun mereka berada, termasuk yang tinggal di kota-kota besar di Eropa atau Amerika, dengan alasan melakukan pembalasan yang seimbang?

Harus diperjelas bahwa Islam tidak mengizinkan pembunuhan dengan target warga sipil yang tak berdosa yang dilakukan atas nama melawan penjajahan, dengan cara yang sama saat umat Islam melawan pendudukan militer demi merespon kewajiban yang diperintahkan oleh Allah SWT. Negara-negara kapitalis Barat melakukan pembantaian atas ribuan nyawa yang tidak bersalah, pengeboman yang serampangan dan penghancuran seluruh kota serta penyiksaan terhadap tahanan perang yang dilakukan atas premis ideologi yang korup bahwa ‘apapun bisa dilakukan untuk mengamankan kepentingan kami‘. Sebaliknya, Islam telah mendefinisikan dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip dalam setiap aspek kehidupan, termasuk adanya aturan perang. Pemerintahan Barat telah menunjukkan pengabaian atas kehidupan manusia secara terang-terangan, menggunakan depleted uranium dan fosfor putih sebagai alat perang. Sebaliknya, Islam mewajibkan penghargaan yang tinggi bagi kesucian hidup manusia.

Bagaimana cara terbaik bagi kaum Muslim untuk mengatasi masalah terorisme?

Kaum Muslim tidak boleh menerima atau mendukung cerita palsu bahwa karena ada sebagian individu yang melakukan tindakan kekerasan terhadap warga sipil tak bersalah maka Islam merupakan ancaman terbesar bagi keamanan atau stabilitas global. Sebaliknya, apa yang perlu disorot adalah bahwa tindakan tersebut hanyalah tanggapan atas penaklukan politik atau ekonomi yang dilakukan baik oleh pemerintahan Barat maupun Muslim, di samping tindakan agresi dan pendudukan tanah Muslim oleh kekuatan asing. Hal ini telah menjadi kebijakan luar negeri Barat, juga kebijakan para penguasa tiran di dunia Muslim yang menyokong mereka. Sebagai contoh, tidak ada terorisme di Pakistan sebelum pemerintahnya mendukung invasi atas Afganistan tahun 2001 yang dipimpin Inggris-AS. Banyak sumber, termasuk sebagian yang terkait dengan pemerintah Barat, yang telah menyalahkan kebijakan luar negeri Barat bagi peningkatan ancaman keamanan nasional di Barat. Pada bulan Juli tahun ini, dalam bukti-bukti yang diajukan dalam Penyelidikan Chilcot pada perang Irak, Kepala MI5 Eliza Manningham-Buller berkomentar mengenai masalah keamanan di Inggris, bahwa Perang Irak telah ‘meradikalisasi’ generasi Muslim di Inggris.

Di sisi lain, demokrasi dan Kapitalisme diklaim sebagai pembawa kebaikan. Bagaimana menurut Anda?

Perang Melawan Teror telah mengungkap wajah demokrasi yang sesungguhnya. Demokrasi adalah sistem yang memungkinkan adanya penculikan, penahanan rahasia dan penyiksaan untuk mengamankan kepentingan-kepentingan nasional. Sistem ini telah membuang hak asasi manusia dan prinsip-prinsip seperti habeas corpus (hak untuk diperiksa di muka hakim, penerj.), peradilan yang adil dan terbuka, supremasi hukum dan privasi individu untuk keuntungan politik. Sistem ini telah menjadi ciri penindasan dengan pelanggaran seperti di Abu Ghraib, Guantanamo, rendisi (penyerahan atas orang atau benda kepada musuh, penerj.) yang dilakukan secara luar biasa, seperti penyiksaan sadis atas Dr Aafia.

Dunia telah melihat seperti apa sebenarnya demokrasi Barat-suatu juara ketidakadilan dan pemimpin teror yang telah menebar kekacauan dan kesengsaraan di seluruh dunia serta menaburkan kematian dan perusakan atas kemanusiaan. Di negara-negara Barat, larangan niqab, jilbab dan menara mesjid, di samping serangan terhadap al-Quran, telah menggambarkan kegagalan demokrasi untuk mengakomodasi hak-hak kaum minoritas beragama.

Kapitalisme telah berjudi dengan keuangan negara, yang menyebabkan krisis ekonomi global, dan diperparah oleh kemiskinan dunia. Sistem ekonominya yang berdasarkan riba dan privatisasi sumberdaya publik telah memberi makan kaum kaya dan membuat lapar kaum miskin. Kapitalisme telah memungkinkan pasar bebas membeli rasa hormat dari diri seorang perempuan, yang memungkinkan eksploitasi tubuhnya pada iklan, hiburan dan industri seks. Semua itu ditandai dengan kebebasan berekspresi dan kepemilikan dan dilakukan atas nama mengamankan keuntungan. Kebebasan pribadi dan kebebasan seksual telah menolak budaya sopan-santun individualistik, memuaskan diri serta melahirkan perilaku yang tak bertanggung jawab yang telah menyebabkan mewabahnya kerusakan keluarga, alkoholisme, penyalahgunaan obat, perkosaan, kekerasan dalam rumah tangga, dan penelantaran Lansia dalam masyarakat Barat. Jelas bahwa kebebasan, demokrasi dan Kapitalisme tidak pernah bisa membawa kemajuan, martabat, keadilan dan kemakmuran yang benar bagi umat manusia.

Dunia memandang demokrasi sebagai sistem politik terbaik, yang membuat orang berdaulat dan kuat, dengan ruang terbuka bagi partisipasi politik dan penguasa dapat dikontrol oleh rakyat. Bagaimana Anda melihatnya?

Sekali lagi, waktu telah menunjukkan bahwa demokrasi mewakili sistem di mana aturan adalah untuk kepentingan orang kaya daripada untuk warga biasa. Bulan April lalu, muncul laporan bahwa kesenjangan pendapatan di Inggris antara yang termiskin dan terkaya di masyarakat adalah yang terburuk sejak tahun 1960-an, dengan pendapatan orang miskin jatuh dan bahwa orang kaya meningkat. Perusahan multinasional dan elit kayalah yang berdaulat dalam demokrasi, bukan rakyat. Bisnis besar membiayai proses pemilihan, membiayai para kandidat dan banyak pihak dalam pertukaran bagi berlakunya hukum yang melayani kepentingan finansial mereka. Kita melihat bagaimana dalam kondisi krisis keuangan ini, bisnis multi-juta terselamatkan oleh pemerintah, sedangkan usaha kecil dan warga negara biasa telah meninggalkan belas kasihan pasar sehingga menderita kehancuran finansial. Selain itu, di dunia Muslim, “demokrasi” sering digunakan untuk memberikan udara legitimasi kepada rezim diktator dimana mereka yang disangka melakukan kerusakan terhadap negara dianiaya, dipenjara dan kadang-kadang bahkan dibunuh. Di banyak negara-negara seperti Pakistan dan Bangladesh, huruf “D” pada kata Demokrasi menjadi “D” pada kata Dinasti. Sebagian kecil keluarga politik berkuasa memerintah bangsa selama beberapa dekade. Label “Demokrasi” telah menekankan kembali sistem politik layanan-diri, kepentingan diri sendiri, dan pelestarian diri dari dari para politisi korup daripada tulus melayani masyarakat.

Bisakah Anda menjelaskan sejauh mana sistem Islam di bawah naungan Khilafah bisa mewujudkan kemajuan ekonomi dan stabilitas politik dunia?

Berbeda dengan ideologi kapitalis yang mengejar laba, sistem Islam diterapkan oleh Khilafah didasarkan pada ketulusan untuk menjaga kebutuhan warganya dan peduli bagi kesejahteraan umat manusia. Sistem ini akan berdiri sebagai penghalang dan penantang global terhadap kebijakan luar negeri kolonial yang eksploitatif dari negara-negara kapitalis Barat yang telah menebarkan ketidakstabilan dan ketidakamanan di seluruh dunia. Sistem ini akan menghapus semua belenggu penjajahan dan pendudukan dari negeri-negeri Muslim dan menerapkan hukum Islam yang konsisten dengan kepercayaan rakyat daripada pemaksaan budaya impor yang asing yang telah menyebabkan kemarahan di kawasan ini. Selain itu, Khilafah-dengan kewenangan ada di tangan rakyat-memiliki penguasa terpilih, penegakan hukum, peradilan yang independen serta akuntabilitas dan transparansi dalam pemerintahan dan akan menjadi kekuatan stabilisasi untuk kaum muslim dunia. Sistem ini akan menggantikan pemerintahan yang tidak representatif dan tidak akuntabel. Selain itu, sistem Islam menyediakan berbagai jalur di mana individu dapat mengekspresikan kritik atau ketidakpuasan pada tindakan penguasa, menghilangkan ketidakstabilan yang disebabkan oleh penindasan brutal karena perbedaan pendapat politik dengan rezim muslim saat ini.

Secara ekonomi, Kekhilafahan akan membebaskan dirinya dari ekonomi berbasis riba yang telah melumpuhkan baik individu maupun negara-negara dengan utang besar dan telah memaksa proporsi besar dari PDB negara-negara itu dibelanjakan untuk membayar hutang daripada diinvestasikan di bidang pendidikan dan kesehatan. Sistem ekonomi Islam didasarkan pada distribusi kekayaan yang efektif, bukan hanya produksi dan larangan penimbunan kekayaan dan akan berusaha untuk memberantas kemiskinan; bukan hanya dalam negeri, tetapi juga secara internasional. Pendapatan dari sumberdaya seperti minyak, batu bara dan gas yang dipandang sebagai milik publik menurut Islam dan dilarang diprivatisasi akan digunakan untuk meningkatkan standar hidup warga negara dan digunakan untuk mengembangkan infrastruktur negara; bukannya dijual kepada individu atau perusahaan asing di mana negara hanya sedikit meraup keuntungan mereka. Khilafah adalah sistem dengan visi besar yang akan memotong garis ketergantungan pada bantuan asing dan memanfaatkan kekayaan kolosal dan sumberdaya yang kaya dunia Muslim untuk mempromosikan kemandirian, membangun pendidikan yang berkelas dan sistem kesehatan, memberantas buta huruf dan berinvestasi pada teknologi dan penelitian. Sistem keuangannya didasarkan pada prinsip-prinsip keuangan yang sehat seperti penerapan standar emas dan perdagangan aset yang nyata daripada penerapan saham dan ekonomi yang spekulatif dan akan memberikan model teladan kemajuan ekonomi dan stabilitas yang sangat dibutuhkan dalam krisis global saat ini. [Translated by Riza]
Add This! (Sumber : www.hizbut-tahrir.or.id)