INSPIRING QUR'AN :

وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

"Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhan-mu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa" (TQS. Ali-Imran : 133)

Jumat, 14 Januari 2011

UMMAHAT : Khadijah binti Khuwailid ra., sosok wanita sempurna


Beliau adalah salah satu istri Rasulullah saw dan termasuk ke dalam orang-orang yang pertama masuk ke dalam Islam,; Wanita pertama yang membenarkan dan memeluk risalah yang dibawa oleh Rasulullah saw untuk seluruh umat manusia. Hidupnya dihiasi dengan kebajikan serta jiwanya mencerminkan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Rasulullah saw pernah bersabda tentang istri yang sangat dicintainya ini : “Khadijah beriman kepadaku ketika orang-orang mengingkariku. Ia membenarkan ajaranku ketika orang-orang mendustakan. Dan ia adalah perempuan yang selalu membantu perjuanganku dengan harta kekayaan ketika orang-orang tiada mempedulikan." (HR Ahmad)

Khadijah lahir dari keluarga Bani Hasyim dari kalangan keluarga yang mulia, jujur dan pemimpin. Besar dikalangan keluarga mulia, terdidik dengan akhlak yang terpuji, teguh dan cerdik. Kaumnya memberikan julukan baginya Al-Thahirah yang berarti ‘Yang Suci’ karena sangat baik akhlaknya dan sopan santunnya, seakan-akan tanpa cacat.

Beliau juga dikenal sebagai perempuan cerdas dan piawai dalam bidang perdagangan, sukses dalam menjalankan roda-roda usahanya dan sanggup membiayai hampir seluruh dakwah Rasulullah saw. Sekalipun demikian beliau tetap rendah hati, berakhlak mulia dan menjaga kesuciannya. Beliau juga tetap menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya, serta tetap menghormati dan mentaati Rasulullah saw sebagai suaminya meski usianya lebih tua 15 tahun dari Rasulullah. Dari ibu yang mulia inilah lahir anak perempuan yang mulia pula Fathimah Az-Zahra.

Sebagai istri tak ada satupun orang yang mencela Kahdijah, bahkan justru pujian yang datang untuknya. Khadijah mendampingi Rasulullah saw hampir seperempat abad lamanya. Hidupnya dilalui dengan penuh kesetiaan dan kebajikan. Dan sebagaimana yang seharusnya dilakukan oleh seorang istri kepada suaminya, beliaupun mendampingi Rasulullah dalam suka dan duka.

Ibnu Ishaq menyebutkan dalam Al-Siyar wal Maghazy ; Khadijah adalah orang yang pertama kali beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, membenarkan apa yang beliau sampaikan, sehingga dengan begitu Allah meringankan beban dari Rasulullah saw. Rasulullah tidak pernah mendapat hal-hal yang tidak disukai dari ucapan-ucapan Khadijah, baik penolakan terhadap beliau atau pendustaan yang membuat Rasulullah bersedih hati, bahkan justru Allah memberikan jalan keluar melalui Khadijah, dimana jika Rasulullah kembali kepada Khadijah, maka ia akan menegaskan hati Rasulullah dan meringankan bebannya.

Khadijah tahu betul bahwa Muhammad saw adalah utusan Allah, Nabiyullah, laki-laki pilihan yang diturunkan oleh Allah swt untuk seluruh umat manusia, sebagai pemberi peringatan dan kabar gembira untuk seluruh umat. Khadijahlah orang yang senantiasa berperan dalam menenangkan ketakutan Rasulullah saw ketika wahyu turun kepada beliau. Ketika turun wahyu yang pertama, yaitu QS Al-Alaq 1-5, Rasulullah pulang dari tepatnya bertahanuts (menyendiri dan beribadah) di gua Hiro dalam keadaan terguncang gemetaran. Lalu Khadijah menyelimuti Rasulullah, hingga ketakutan beliau mereda. Beliau Saw bersabda kepada Khadijah , “Aku takut atas diriku.” Lalu Khadijah berkata : “Sama sekali tidak. Demi Allah, Allah tidak akan menelantarkan engkau, karena engkau suka menyambung hubungan kekerabatan, membawakan beban, memberi orang yang tidak punya, menjamu tamu dan menolong orang yang melakukan kebaikan”. Dalam kisah yang lain pun diungkapkan bagaimana Khadijah menenangkan Rasulullah saw ketika wahyu turun, yakni ketika Muhammad saw baru saja melihat Jibril, “Terimalah kabar gembira wahai anak pamanku dan teguhkanlah hatimu. Demi yang diriku ada di tangan-Nya, sesungguhnya aku berharap engkau menjadi nabi Umat ini”

Dari kisah tentang Khadijah r.a di atas jelas sekali bahwa apa yang dilakukannya kepada Muhammad saw, bukanlah sekedar perannya sebagai seorang istri yang sangat berbakti kepada suaminya. Tapi lebih dari itu, Khadijah sesungguhnya telah menjalankan peran politiknya sebagai seorang muslimah, dimana dengan ketajaman dan kepekaan akalnya beliau mampu mencermati secara mendalam masalah wahyu dan risalah yang sampai kepada Rasulullah saw. Di samping itu kepeduliannya yang tinggi tentang berbagai hal yang ada di sekitarnya menunjukan tingkat kesadaran politik yang tinggi. Begitu pula, pendampingan Khadijah dan upaya yang dilakukan untuk menenangkan Rasulullah saw bukan sekedar dorongan sebagai istri atau ibu dari anak-anaknya, tetapi dorongan sebagai bagian dari umat Islam karena dengan kemampuan berfikir yang dimilikinya Khadijah tahu benar bahwa apa yang terjadi pada diri Muhammad saw bukan semata-mata karena keberadaannya sebagai suami atau ayah dari anak-anaknya, tetapi sebagai seorang utusan Allah dalam membawa wahyu dan risalah-Nya untuk ummat manusia yang ada pada masa itu hingga manusia di masa yang akan datang. Hal ini tidak lain sebagaimana apa yang dipahami dari perkataan Waraqah, anak pamannya, ketika Khadijah mencari tahu tentang peristiwa-peristiwa yang dialami Rasulullah saw, yaitu : “Wahai Khadijah, kalau engkau masih percaya kepadaku, sesungguhnya telah datang ‘an-nams al-akbar’ kepadanya. Dia adalah nabi umat ini. Maka katakan kepadanya agar dia teguh hati.

Kisah lain yang akan lebih menguatkan bagaimana Khadijah sangat berperan dalam mendukung perjuangan Rasulullah saw dalam dakwah Islam adalah ketika Rasulullah saw bangkit menyampaikan risalah, tampil menyeru kaumnya untuk mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya, maka mereka mendustakan beliau dan melecehkan dakwah beliau, sementara Khadijah justru sebaliknya menjadi pendukung beliau dalam menghadapi pelecehan tersebut. Dia berbuat apa yang dapat diperbuatnya untuk meringankan beban Muhammad saw, sampaipun akhirnya terjadi pemboikotan yang dilakukan oleh orang-orang kafir Quraisy kepada Rasulullah Saw dan para shahabat dan kerabatnya.

Dalam peristiwa tersebut, orang-orang Quraisy membuat perjanjian tertulis yang isinya memboikot Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib secara total. Mereka tidak memiliki dan menerima tawaran nikah dari kaum muslimin, tidak menjual dan membeli apapun kepada dan dari kaum muslimin, dengan tujuan agar kaum muslimin menaruh ketidak percayaan kepada Rasulullah saw, yang akhirnya kaum muslimin meninggalkan Rasulullah saw dan meninggalkan Islam. Jika ini terjadi, Muhammad akan terkucil sendirian dalam kondisi seperti itu, dan mereka berharap Muhammad akan mencampakkan dakwahnya .Tetapi apa yang akhirnya terjadi ?

Pemboikotan itu tidak memberi pengaruh sedikitpun bagi para shahabat maupun Rasulullah dan para pengikutnya, sebaliknya semakin mempekokoh keimanan mereka, kekuatan dan keteguhan orang-orang mukmin yang menyertainya tidak surut. Termasuk ummul mukminin, Khadijah binti Khuwailid ia senantiasa berada di samping Muhammad saw, memberikan pembelaan terhadap beliau, bergabung bersama Rasulullah dalam memikul penderitaan karena sikap kaumnya dengan jiwa yang ridha dan sabar, hingga akhirnya setelah + 3 tahun pemboikotan tersebut dicabut oleh orang Kafir Quraisy sendiri.

Tidak berapa lama setelah berakhirnya pemboikotan, dalam usia 65 tahun Khadijah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Tentu saja Rasulullah Saw merasa kehilangan atas meninggalnya Khadijah, seorang istri yang dengan setia mendampinginya dalam suka dan duka, seorang ibu yang dengan pemahaman yang tinggi mampu menghasilkan generasi yang berkualitas prima, seperti Fatimah Az-Zahra dan sebagainya, serta seorang muslimah yang dengan pengorbanan yang luar biasa mendukung terhadap perjuangan dakwah Rasulullah saw, bahkan berperan aktif dalam perjuangan menyebarkan dakwah Islam ke tengah-tengah umat manusia.

(Sumber : Buku Revisi Politik Perempuan)

Tidak ada komentar: