By Siti Nafidah Anshory
Sesungguhnya Allah SWT sudah sangat tegas melarang
aktivitas pencampur-adukkan perkara yang haq dengan yang bathil dengan firmanNya : "wa laa talbisul haq bil baathil"... Tapi hanya karena alasan
"kemaslahatan subjektif", tanpa rasa bersalah kita justru melanggarnya.
Sebagai contoh, mengkonteskan keshalehan dengan banyak kesalahan. Padahal,
mungkinkah keshalehan diukur oleh manusia? sementara tak ada yang bisa
menjamin amal siapa yang diterima Sang Maha Pencipta? Terlebih di saat
yang sama, para kontestan tampil dengan bertabarruj ria, berhias
sedemikian rupa dan dengan PD menampakkannya di hadapan laki-laki yang bukan
mahramnya. Tentu saja dengan berharap pujian agar mendapat apa yang
disebut dengan "kemenangan" dari para juri yang juga hanya "manusia".
Tak berhenti di situ... Kebaikan yang dicampur dengan pelanggaran,
biasanya akan membuka celah pelanggaran berikutnya. Yakni bersikap
toleran terhadap kemunkaran yang lebih nyata! Dan maaf, ini salah hanya
satu buktinya :
http://www.kapanlagi.com/showbiz/selebriti/juara-world-muslimah-diusahakan-bertemu-miss-world-2013-5899b4.html
Nastaghfirullaahal 'adziim ....Apa yang dicari wahai para Muslimah ???
INSPIRING QUR'AN :
وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
"Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhan-mu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa" (TQS. Ali-Imran : 133)
Kamis, 26 September 2013
Rabu, 18 September 2013
PEREMPUAN MULIA, HANYA DENGAN ISLAM
By : Siti Nafidah Anshory
Meski menuai
banyak penolakan, sudah bisa dipastikan Grand Final Kontes Miss World
ke-63 akan tetap dihelat di Indonesia 28 September 2013 mendatang. Situs
missindonesia.co.id bahkan menyebut, setidaknya 140 negara dipastikan akan menyiarkan acara tersebut secara live.
Di Indonesia sendiri, dua stasiun tv, yakni RCTI dan MNC, siap meraup
untung besar karena telah berhasil mengantongi hak siar secara penuh
dari Miss World Organization yang berpusat di London Inggris.
Yang menjadi persoalan, mengapa
Pemerintah dan berbagai pihak yang pro seolah tak acuh dengan suara umat
Islam yang keras memberikan penolakan? Bukankah sangat jelas bahwa
acara semacam ini akan membahayakan kehidupan umat Islam dan bangsa
secara keseluruhan?
Propaganda Menyesatkan
Setidaknya ada dua hal yang membuat Pemerintah tetap mengizinkan dan pihak yang pro tetap abai terhadap suara penolakan. Pertama: ajang Miss World diklaim sebagai wujud pemberdayaan perempuan. Kedua:
perhelatan Miss World di Indonesia juga diklaim akan berdampak positif
bagi perekonomian karena pariwisata Indonesia terpromosikan.
Kedua alasan tersebut sejatinya
merupakan propaganda menyesatkan. Terkait yang pertama, faktanya tak
satupun sesi kompetisi yang menunjukkan aspek pemberdayaan, kecuali
dalam pengertian mengeksploitasi perempuan. Dalam situs missworld.com jelas disebutkan bahwa setiap peserta setidaknya harus melewati 6 event tantangan (challenge event), yakni sesi Beach Fashion, Beauty With a Purpose, Sport and Fitness, Talent Competition, Top Model dan World Fashion Designer Award.
Memang, di sesi beach fashion
penggunaan bikini dihapuskan, digantikan dengan sarung Bali dengan dalih
“untuk menghormati nilai-nilai budaya Indonesia yang mayoritas Muslim”.
Inilah yang menjadi tagline di beberapa situs ternama dunia.
Namun, ini hanyalah cara untuk meredam suara pihak yang kontra.
Faktanya, tetap saja semua sesi menunjukkan bahwa Miss World realitasnya
dipilih karena penampilan melalui tahapan yang jelas-jelas mengabaikan
nilai-nilai akhlak dan menodai kehormatan perempuan itu sendiri. Tentu,
ini memang sesuai dengan jatidiri kontes Miss World yang sejatinya
lahir sebagai kontes bikini dan kecantikan.
Adapun 3 B—yakni Brain (kecerdasan), Beauty (kecantikan), dan Behaviour (kepribadian)—yang
katanya dijadikan dasar penilaian, faktanya hanyalah kedok belaka.
Sebab, bagaimana bisa mengukur kecerdasan dan kepribadian hanya dalam
waktu singkat saat kompetisi dilakukan? Apakah dengan kepiawaian
menjawab pertanyaan seputar wawasan kekinian atau dengan menunjukkan
kemampuan menyanyi dan bakat lainnya dalam tallent event, kecerdasan seseorang bisa dinilai? Apakah dengan kerja sosial dalam sesi Beauty With a Purpose
yang cuma dadakan, kepribadian sang ratu bisa ditentukan? Lantas apa
definisi cerdas dan kepribadian yang mereka maksudkan? Yang pasti, tidak
mungkin mereka bisa terpilih menjadi kontestan jika secara penampilan
fisik tidak memungkinkan. Jadi, wajarlah jika ada yang menyebut bahwa
konsep 3 B sejatinya hanya bermakna Beauty, Beauty, and Beauty.
Terkait alasan kedua, yakni untuk
promosi pariwisata Indonesia ke seluruh dunia, juga terkesan
mengada-ada. Benar, nama Indonesia akan disebut-sebut dalam pemberitaan
dunia, dan 28 september nanti akan banyak mata tertuju ke Indonesia.
Namun, tak ada jaminan bahwa dengan ‘iklan gratis’ ini serta-merta
membuat masyarakat dunia ingin berbondong-bondong datang melancong ke
Indonesia dan menghabiskan uang mereka di Indonesia.
Jika seperti ini cara berpikir mereka,
alangkah naifnya. Hanya demi iklan gratis, mereka mengabaikan biaya
sosial yang harus dikorbankan akibat penyebaran virus liberalisme dan
hedonisme yang mengiringi perhelatan penuh kemunkaran bernama Miss
World. Bukankah masih banyak cara halal, cerdas dan elegan yang bisa
digunakan untuk menunjukkan ‘kehebatan’ Indonesia dan menggenjot
perekonomian bangsa? Apalagi pada faktanya, yang jelas-jelas
‘diuntungkan’ dari penyelenggaraan ajang ini adalah pihak penyelenggara
(EO) dan para sponsor. Merekalah yang menjadikan para kontestan ratu
dunia sebagai kapstok atau etalase berjalan bagi produk-produk industri
mereka!
Cermin Kebusukan Kapitalisme
Maraknya kontes ratu-ratuan semacam Miss
World sesungguhnya menggambarkan bagaimana posisi kaum perempuan dalam
masyarakat sekular dengan ideologi Kapitalismenya yang imperialistik dan
eksploitatif. Dalam sistem rusak ini, perempuan memang dinilai dengan
harga sangat rendah dan terhina. Perempuan diperlakukan tak lebih dari
benda/komoditas yang diperalat untuk memutar mesin industri kapitalis
baik sebagai faktor produksi maupun sebagai objek pasar bagi produk yang
dihasilkan. Bahkan dalam sistem ini, kaum perempuan menjadi alat
penjajahan dan alat untuk melanggengkan penjajahan itu sendiri.
Keberadaan tenaga kerja industri di
berbagai bidang yang mayoritas berjenis kelamin perempuan membuktikan
hal ini. Upah yang murah dan karakter perempuan yang cenderung pasrah
menjadi alasan para kapitalis lebih suka menggunakan tenaga mereka.
Kemiskinan struktural yang diciptakan sistem ekonomi Kapitalisme pun
turut memaksa kaum perempuan terjun dalam dunia kerja yang keras
tersebut dan menjadi para budak kapitalis. Padahal pada saat sama,
mereka tak bisa melepas peran kodrati mereka sebagai istri bagi suami
dan ibu bagi anak-anak mereka. Dampaknya bisa dibayangkan. Kaum
perempu-an banyak yang terjebak dalam dilema peran ganda. Kualitas
keluarga sebagai basis masyarakat pun dipaksa menjadi taruhannya.
Hal ini kemudian diperparah dengan
penyebarluasan pemikiran keadilan dan kesetaraan gender (KKG) di tengah
masyarakat untuk mendukung suksesnya agenda penjajahan Kapitalisme.
Bagaimana tidak, selain alasan kebutuhan, pemikiran inilah yang berhasil
memprovokasi kaum perempuan untuk keluar dari rumah-rumah mereka,
menanggalkan kemuliaan dan ke-’iffah-an mereka serta menanggalkan kebanggaan menjadi ibu dan pengatur rumah tangga.
Bahkan pemikiran KKG telah berhasil
menebar fitnah dan memprovokasi kaum Muslimah untuk membeci Islam yang
ditampilkan sebagai penghambat kemajuan dan mendiskriminasi kehidupan
mereka. Mereka pun termakan propaganda sesat para pengusung KKG tentang
konsep perempuan modern, dan berbagai jargon pemberdayaan semu yang
ditawarkan. Akibatnya, mereka berpikir bahwa dengan berdaya secara
ekonomi, dan lebih jauh berdaya secara politik dalam makna sempit, maka
martabat mereka akan menjadi lebih tinggi dan punya daya tawar tinggi,
terutama di hadapan laki-laki.
Selain paham KKG, Kapitalisme juga
menebar paham liberalisme dan materialisme yang memudahkan berbagai
industri kapitalis berkembang lebih pesat. Paham inilah yang berhasil
meracuni masyarakat, terutama kaum perempuan. Akibatnya, mereka bersikap
konsumtif dan mengutamakan nilai-nilai yang bersifat materi, termasuk
ketika mereka memaknai kebahagiaan dengan sesuatu yang jasadi. Pada
akhirnya, dengan mudah mereka menjadi sasaran empuk iklan-iklan produk
kapitalis; mulai dari produk makanan, mode pakaian, produk kosmetik
hingga produk-produk hiburan semacam film dan lain-lain. Bahkan dengan
paham ini pula, sebagian kaum perempuan rela menjerumuskan diri dalam
berbagai bisnis kotor. Akibatnya, dalam masyarakat kapitalistik,
industri prostitusi, trafficking, pornografi pornoaksi dan
industri hiburan (termasuk kontes ratu-ratuan yang merusak akhlak),
justru berkembang pesat. Semua itu bahkan diangap sebagai penggerak
ekonomi bayangan (shaddow economic) yang bisa menghasilkan untung besar, baik bagi para pengusaha maupun sebagai sumber pajak yang besar bagi negara.
Semua ini menunjukkan, bahwa Kapitalisme
memang tak pernah menempatkan kaum perempuan dalam posisi sepantasnya.
Semua prinsip kebebasan yang ditawarkan hanyalah racun berbalut madu
yang membunuh keperempuanan bahkan kemanusiaan secara perlahan. Potensi
mereka sebagai pencetak generasi unggul yang berpotensi melakukan
perlawanan ditumpulkan, baik melalui penjajahan ekonomi yang
memiskinkan, maupun melalui serangan budaya dan pemikiran sebagaimana
paham kesetaraan jender yang mengikis fitrah kewanitaan.
Peran Strategis Perempuan
Berbeda dengan Kapitalisme, Islam datang benar-benar untuk memuliakan dan memberdayakan kaum perempuan secara hakiki. Sesungguhnya Islam telah menetapkan
bahwa peran utama kaum perempuan adalah penjaga generasi, yakni sebagai
ibu dan manajer rumah tangga. Peran ini sangat strategis dan politis
bagi sebuah bangsa atau umat. Untuk itu, Allah SWT menetapkan berbagai
aturan yang menjaga kaum perempuan dan menjaga kehormatan mereka. Dengan
begitu posisi strategis itu bisa berjalan sebagaimana seharusnya.
Islam menetapkan aturan bahwa ada dua
kehidupan bagi manusia, yakni kehidupan umum di luar rumah dan kehidupan
khusus di dalam rumah. Di dalam rumah, kaum perempuan hidup sehari-hari
bersama mahram dan kaum mereka. Siapapun yang hendak memasuki
kehidupan khusus orang lain, wajib meminta izin kepada pemilik rumah
demi menjaga aurat dan kehormatan mereka, terutama kaum perempuan.
Islam juga membuka ruang bagi kaum
perempuan untuk masuk dalam kehidupan umum, berkiprah dalam
aktivitas-aktivitas yang dibolehkan semacam berjual-beli, maupun untuk
melaksanakan aktivitas yang diwajibkan syariah, seperti menuntut ilmu
dan berdakwah untuk turut mewarnai dan mengarahkan masyarakat ke arah
yang maju dan berperadaban tinggi. Namun, dalam kehidupan umum ini,
Islam mewajibkan kaum perempuan menggunakan pakaian khusus yang menutup
semua aurat mereka, yakni jilbab dan kerudung (khimar); melarang tabarruj; memerintahkan laki-laki dan perempuan menjaga pandangan mereka; melarang mereka ber-khalwat; memerintahkan kaum perempuan yang hendak bepergian jauh untuk disertai mahram-nya.
Dengan aturan-aturan ini, kehormatan keduanya akan selalu terjaga dan
terhindar dari kerusakan moral semacam pergaulan bebas dan tindak
kejahatan seksual, sebagaimana yang kerap terjadi dalam masyarakat
kapitalistik sekarang ini berikut segala dampaknya yang rusak dan
merusak.
Agar tugas utamanya sebagai pencetak dan
penjaga generasi, yakni sebagai ibu dan pengatur rumah tangga, berjalan
dengan baik dan sempurna, Islam telah memberikan jaminan pemenuhan
kebutuhan dengan menetapkan beban nafkah dan peran sebagi kepala
keluarga ada pada pundak suami, bukan pada dirinya. Perempuan tidak usah
bersusah-payah bekerja ke luar rumah dengan menghadapi berbagai risiko
sebagaimana yang dialami perempuan-perempuan bekerja dalam sistem
kapitalis sekarang ini. Bahkan negara akan memfasilitasi para suami
untuk mendapatkan kemudahan mencari nafkah dan menindak mereka yang
lalai dalam melaksanakan kewajibannya. Negara juga mewajibkan para wali
perempuan untuk menafkahi, jika suami tidak ada. Bahkan jika pihak-pihak
yang berkewajiban menafkahi memang tidak ada, negaralah yang akan
menjamin pemenuhan kebutuhan para ibu.
Demi suksesnya peran strategis tersebut,
Islam pun tak membebani perempuan dengan tugas-tugas berat yang menyita
tenaga, pikiran dan waktunya seperti dengan menjadi penguasa. Islam
hanya mewajibkan mereka mengontrol penguasa dan menjaga pelaksanaan
syariah di tengah umat dengan aktivitas dakwah dan muhasabah,
baik secara individu maupun secara jamaah. Islam bahkan mewajibkan para
penguasa menyediakan seluruh fasilitas yang menjamin pelaksanaan tugas
mereka sebagai ibu generasi, yang mencetak generasi pemimpin, seperti
halnya fasilitas pendidikan dan kesehatan. Dengan begitu kaum perempuan
memiliki kecerdasan sebagai pendidik, dan kualitas kesehatan yang
mumpuni. Negara juga wajib menjamin keamanan bagi rakyat yang
memungkinkan kaum perempuan bisa berkiprah di ruang publik sesuai
batasan syariah yang diberikan.
Islam tak memandang posisi kepala
keluarga lebih tinggi dari ibu rumah tangga, atau posisi penguasa lebih
mulia dari rakyat jelata, sebagaimana dalam pandangan Kapitalisme. Yang
dilihat dalam Islam justru seberapa jauh kepatuhan dan keoptimalan
masing-masing dalam menjalankan peran-peran yang Allah SWT berikan itu.
Sejarah Agung
Perlindungan dan pemenuhan kesejahteraan
perempuan bahkan rakyat secara keseluruhan oleh negara telah banyak
dibuktikan dalam sejarah pemerintahan Islam. Bukti-bukti tentang
tingginya tingkat kesejahteraan masyarakat di bawah naungan Islam pun
telah banyak dituliskan. Salah satu contohnya adalah peristiwa
pengepungan entitas Yahudi Bani Qainuqa selama 15 hari hingga menyerah
kalah oleh pasukan Rasulullah saw. Itulah jawaban atas keberanian mereka
melakukan pelecehan terhadap seorang Muslimah di pasar mereka. Begitu
pun peristiwa penaklukkan wilayah Amuria oleh tentara Khalifah Mu’tashim
Billah. Penaklukan itu awalnya dipicu oleh peristiwa pelecehan seorang
Muslimah oleh penduduk Amuria di wilayah perbatasan.
Apa yang dilakukan Khalifah Umar bin
al-Khaththab ra. juga menunjukkan bagaimana Islam melindungi dan
menjamin kesejahteraan perempuan, bahkan rakyat secara keseluruhan.
Beliau yang kekuasaannya sudah melewati batas-batas Semenanjung Arabia
telah terbiasa melakukan patroli untuk memastikan semua penduduk
terpenuhi kebutuhannya. Beliau bahkan tak ragu memanggul karung berisi
gandum demi memenuhi kebutuhan seorang ibu dan anaknya karena kesadaran
penuh akan tanggung jawab sebagai kepala negara di sisi Allah SWT.
Beliaupun pernah menetapkan kebijakan menggilir pasukan jihad per empat
bulan demi mendengar keluhan seorang istri tentara yang merindukan
suaminya.
Sungguh, telah banyak bukti yang menunjukkan bahwa Islam yang direpresentasikan oleh Negara Islam (Khilafah Islamiyah) begitu memuliakan perempuan, mensejahtera-kan kehidupan mereka, bahkan umat secara keseluruhan. Namun sayang, hari ini umat Islam tak
memiliki negara yang bisa menerapkan hukum-hukum tersebut. Khilafah
Islam telah lebih dari 89 tahun yang lalu dihancurkan oleh musuh-musuh
Islam.
Sesungguhnya kehinaan yang menimpa kaum
perempuan dan umat Islam secara keseluruhan pada hari ini tidak perlu
terjadi. Mereka punya potensi untuk bangkit kembali menjadi umat yang
mulia sebagaimana yang seharusnya. Mereka memiliki potensi geologis dan
geografis, yakni berupa sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang
melimpah ruah. Mereka pun memiliki potensi ideologis, yakni ideologi
Islam yang tegak di atas asas yang sahih. Ideologi Islam memiliki
seperangkat aturan yang dipastikan mampu menyelesaikan seluruh problem
manusia dengan sempurna dan memuaskan.
Inilah yang seharusnya menjadi agenda
perjuangan umat Islam, termasuk para Muslimah. Intinya, bagaimana agar
Islam kembali diterapkan sebagai aturan kehidupan melalui penegakkan
institusi Khilafah yang mendunia. Jika ideologi Islam ini tegak,
dipastikan hegemoni Kapitalisme yang memiskinkan dan menghinakan
perempuan akan bisa ditumbangkan. Dengan itu kemuliaan umat termasuk
kaum perempuan akan kembali diwujudkan. Insya Allah. [Penulis adalah Ketua MHTI Jawa Barat]
Sumber : http://hizbut-tahrir.or.id/2013/08/30/perempuan-mulia-hanya-dengan-islam/#
Sumber : http://hizbut-tahrir.or.id/2013/08/30/perempuan-mulia-hanya-dengan-islam/#
Rabu, 04 September 2013
REFLEKSI : MARI BACA SIRAH DENGAN BENAR, AGAR KITA BISA MENGHUKUMI DENGAN BENAR
By : Siti Nafidah Anshory
Siapa tak kenal Khaulah binti Hakim bin Tsa'labah dan Nusaibah binti Ka'ab ra?
Dua di antara wanita-wanita mu'minah yang terbina oleh Rasulullah saw dan menjadi cerminan wanita Islam yang paham fungsi dan perannya sebagai seorang perempuan. Mampu menjadi isteri mitra perjuangan suami, menjadi ibu pencetak generasi mumpuni, dan menjadi pribadi yang peduli urusan umat yang siap bersama laki-laki tinggikan kedaulatan syariat, gigih melakukan amar ma'ruf nahi munkar pada penguasa, bahkan rakus meraih pahala jihad fii sabiilillaah.
Tak kenalkah Khaulah, yang Khalifah Umar-pun (ra) memujinya saat perempuan mulia yang juga diberinya tanggungjawab sebagai qadhi hisbah itu, mematahkan argumentasi sang khalifah soal penetapan mahar yang dipandangnya menyalahi syariat? Dan hebatnya, Umar sama sekali tak marah sekalipun kritik itu dilakukan di hadapan umum. Bahkan Sang khalifah dengan tawadhu mengakui kekeliruannya di hadapan Khaulah yang "hanya" seorang perempuan, seraya mengatakan "wanita itu benar, dan Umar salah". Dialah Khaulah, seorang perempuan pembuat sejarah, karena pengaduannya pada Rasulullaah, langsung dijawab oleh Allah melalui ayat2Nya yang mulia..
Dan adapun Nusaibah binti Ka'ab, tak kenal pulakah dengannya?
Dialah satu di antara dua perempuan yang bersama 73 laki-laki Madinah menjadi pelaku sejarah pembaiatan baginda Rasul di Aqabah.Yang turut bersama laki2, berhari menapaki panas dan dingin padang pasir seraya menantang resiko perjuangan demi membela Islam dan Nabinya. Dia pulalah perempuan mulia dan cerdas yang dikenal menjadi penyambung lidah kaumnya, hingga Rasulullah saw pun tak segan memujinya dan mengakui kecerdasannya di sebuah majelis umum.
Dan adapun dalam kisah-kisah jihad, nama Nusaibah binti Ka'ab, tak mungkin bisa terhapus dari sejarah. Karena dia dan keluarganya dikenal sebagai salah satu pemburu syahadah. Bahkan perannya di perang Uhud membuatnya dikenal sebagai "perisai Rasulullah" karena kegigihannya menyelamatkan baginda Rasul disaat para sahabat yang lain lemah, Sampai-sampai Rasul saw sendiri menjadi saksinya dan bersabda dengan ucapan yang membuat para sahabat merasa malu, “Aku tidak menoleh ke kiri dan ke kanan kecuali melihat Ummu Imarah (Nusaibah) berperang dihadapanku.” Maka, tak heran.... kerakusannya pada syahid di jalan Allah, tak membuat puluhan luka yang diterimanya di Uhud menjadikannya berhenti memburu syahid, hingga Allah kabulkan, saat beliau turut berjuang di medan Yamamah, dengan bukti 12 tusukan di badan dan tangan yang putus sebelah.
Lantas akan disembunyikan dimanakah kisah-kisah mereka, dan begitu banyak kisah inspiratif para shahabiyat yang lainnya, hingga dengan penuh rasa heran hari ini kita pertanyakan peran Muslimah dalam menjaga masyarakat dari kerusakan dengan turut beramar ma'ruf nahi munkar? Bahkan sebagiannya dengan keji menuding kaum mu'minah yang berupaya taat menjalani seluruh peran dan fungsinya dengan tudingan "tak berakhlaq" ?
Mari kita baca Sirah dengan benar, agar kita tak mudah menyalahkan dan akhirnya menumpulkan peran strategis dan politis perempuan dalam perubahan, yakni membangun kembali kehidupan Islam, agar hukum Allah kembali berdaulat, menghancurkan kedaulatan rakyat [SNA].
Siapa tak kenal Khaulah binti Hakim bin Tsa'labah dan Nusaibah binti Ka'ab ra?
Dua di antara wanita-wanita mu'minah yang terbina oleh Rasulullah saw dan menjadi cerminan wanita Islam yang paham fungsi dan perannya sebagai seorang perempuan. Mampu menjadi isteri mitra perjuangan suami, menjadi ibu pencetak generasi mumpuni, dan menjadi pribadi yang peduli urusan umat yang siap bersama laki-laki tinggikan kedaulatan syariat, gigih melakukan amar ma'ruf nahi munkar pada penguasa, bahkan rakus meraih pahala jihad fii sabiilillaah.
Tak kenalkah Khaulah, yang Khalifah Umar-pun (ra) memujinya saat perempuan mulia yang juga diberinya tanggungjawab sebagai qadhi hisbah itu, mematahkan argumentasi sang khalifah soal penetapan mahar yang dipandangnya menyalahi syariat? Dan hebatnya, Umar sama sekali tak marah sekalipun kritik itu dilakukan di hadapan umum. Bahkan Sang khalifah dengan tawadhu mengakui kekeliruannya di hadapan Khaulah yang "hanya" seorang perempuan, seraya mengatakan "wanita itu benar, dan Umar salah". Dialah Khaulah, seorang perempuan pembuat sejarah, karena pengaduannya pada Rasulullaah, langsung dijawab oleh Allah melalui ayat2Nya yang mulia..
Dan adapun Nusaibah binti Ka'ab, tak kenal pulakah dengannya?
Dialah satu di antara dua perempuan yang bersama 73 laki-laki Madinah menjadi pelaku sejarah pembaiatan baginda Rasul di Aqabah.Yang turut bersama laki2, berhari menapaki panas dan dingin padang pasir seraya menantang resiko perjuangan demi membela Islam dan Nabinya. Dia pulalah perempuan mulia dan cerdas yang dikenal menjadi penyambung lidah kaumnya, hingga Rasulullah saw pun tak segan memujinya dan mengakui kecerdasannya di sebuah majelis umum.
Dan adapun dalam kisah-kisah jihad, nama Nusaibah binti Ka'ab, tak mungkin bisa terhapus dari sejarah. Karena dia dan keluarganya dikenal sebagai salah satu pemburu syahadah. Bahkan perannya di perang Uhud membuatnya dikenal sebagai "perisai Rasulullah" karena kegigihannya menyelamatkan baginda Rasul disaat para sahabat yang lain lemah, Sampai-sampai Rasul saw sendiri menjadi saksinya dan bersabda dengan ucapan yang membuat para sahabat merasa malu, “Aku tidak menoleh ke kiri dan ke kanan kecuali melihat Ummu Imarah (Nusaibah) berperang dihadapanku.” Maka, tak heran.... kerakusannya pada syahid di jalan Allah, tak membuat puluhan luka yang diterimanya di Uhud menjadikannya berhenti memburu syahid, hingga Allah kabulkan, saat beliau turut berjuang di medan Yamamah, dengan bukti 12 tusukan di badan dan tangan yang putus sebelah.
Lantas akan disembunyikan dimanakah kisah-kisah mereka, dan begitu banyak kisah inspiratif para shahabiyat yang lainnya, hingga dengan penuh rasa heran hari ini kita pertanyakan peran Muslimah dalam menjaga masyarakat dari kerusakan dengan turut beramar ma'ruf nahi munkar? Bahkan sebagiannya dengan keji menuding kaum mu'minah yang berupaya taat menjalani seluruh peran dan fungsinya dengan tudingan "tak berakhlaq" ?
Mari kita baca Sirah dengan benar, agar kita tak mudah menyalahkan dan akhirnya menumpulkan peran strategis dan politis perempuan dalam perubahan, yakni membangun kembali kehidupan Islam, agar hukum Allah kembali berdaulat, menghancurkan kedaulatan rakyat [SNA].
Langganan:
Postingan (Atom)